Jakarta (4/4/2016)–Banyak cara mengenal suatu bangsa. Salah satunya melalui musik. Sebut saja genre K-Pop yang langsung membawa imajinasi kita mengingat Korea, genre Rege mengantar kita ke Jamaica, Rock dari Barat, Samba dari Brasil.
Indonesia sebagai negara majemuk memiliki ragam musik tradisional. Namun sejauh ini belum ada yang mengidentifikasi kekayaan musik tersebut. Identifikasi dalam pengelompokan jenis-jenis musik dalam bentuk digital sesuai dengan pertumbuhan zaman.
Semangat mengidentifikasi dan mendokumentasikan ragam musik nusantara tercipta saat diskusi Deputi I Kementerian Pemuda dan Olahraga Profesor Chandra Wijaya dengan Barisan Pemuda Adat Nusantara, Senin (4/4) di gedung Kemenpora Jl. Gerbang Pemuda No 3 Senayan Jakarta Pusat. Prof Chandra, yang baru dilantik seminggu sebelumnya (28/3), merencanakan mengisi Bank Musik yang sudah diluncurkan pada Hari Musik 9 Maret lalu.
“Jadi, kita punya 13 program unggulan di Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda. Salah satunya mengenai identifikasi dan dokumentasi musik nusantara, namanya Bank Musik,” kata Prof Chandra.
Jhontoni, Ketua Umum BPAN, menyambut gembira gagasan tersebut. Sebagai informasi, BPAN telah melakukan suatu upaya untuk menjaga dan melestarikan budaya. Wadah para pemuda adat nusantara, pada November 2015 telah melakukan live in silang antarwilayah. Program ini dinamakan “Menelusuri Jejak Leluhur”.
“Sebagai hasilnya, pada April ini kami akan meluncurkan buku “Menelusuri Jejak Leluhur,” katanya.
Rencananya program dari BPAN dan Deputi akan disinkronkan. Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda menyiapkan ruang untuk mengindetifikasi dan mendokumentasikan musik-musik tradisional, sementara BPAN akan menjadi kolega jalan bersama untuk mewujudkan Bank Musik.
Sayap AMAN ini akan mengoleksi musik, lagu, alat musik, proses pembuatan alat musik, kisah/ceritanya dan merekamnya hingga proses akhir. Keseluruhannya akan diarsipkan dalam Bank Musik. Dengan begitu, musik nusantara akan terjaga dan lestari sepanjang masa.
Deputi I meyakini bahwa musuh bersama saat ini adalah kemiskinan, dekadensi moral, kosmopolitan, krisis identitas. Karena itu membangun komunitas merupakan salah satu jalan paling masuk akal, sehingga orang tidak berebut datang ke kota.
“Strateginya harus one community, one product,” tambahnya.
Terkait pergerakan BPAN, Pak Chandra memberi dukungan dan mengapresiasi. “Kalian (Pemuda Adat—red) KEREN. Itu saya yang bilang lo. Profesor dan Deputi, tidak ada lagi di atas (gelar—red) itu,” katanya dengan tertawa penuh semangat.
[Jakob Siringoringo]