Jamwillub BPAN Sumut

Pemuda Adat. Jambore Wilayah Luar Biasa (Jamwillub) BPAN Sumut secara musyawarah menyepakati Amin Nasution sebagai Ketua BPAN Sumut periode 2017-2020. Di saat bersamaan, Jamwillub secara mufakat juga menyepakati Harun Nuh (Ketua BPH AMAN Sumut), Alfi Syahrin (Sekjen BPRPI), dan Tengku Aminullah (Dosen Politeknik Teknologi Kimia Industri/PTKI) sebagai penasihat.

Jambore yang berlangsung pada 5-6 Agustus 2017 itu diadakan di Balai Adat Batang Kilat, Medan Labuhan, Medan. Para pemuda yang hadir berasal dari Kampung Sampali, Tumpatan Nibung, Bandar Setia, Kampung Terjun dan Batang Kilat.

Ketua Umum BPAN Jhontoni Tarihoran mengatakan bahwa perjuangan para pemuda adat sangat besar tanggung jawabnya untuk menjaga dan melestarikan warisan leluhur; dan yang paling vital adalah tanah. “Tanah itu bukan secara tiba-tiba bisa kita tanami, di tanah ini juga bukan secara tiba-tiba kita bisa mendirikan rumah. Itu buah dari perjuangan leluhur kita,” tegasnya.

Ia menekankan kepada para pemuda adat untuk lebih memaknai perjuangan mengurus wilayah adat. Menurutnya, orang mati saja perlu tanah, apalagi kita orang hidup. Karena itu perjuangan pemuda adat bukan hal sepele.

“Maknailah perjuangan ini kawan!” pesannya.

Sebelum pelantikan ketua wilayah dilakukan, seluruh peserta diajak melakukan serangkaian kegiatan, dimulai dari diskusi terbuka, membahas dan menetapkan agenda kerja Jamwil, mendengar sejarah perjuangan dari tetua adat setempat dan merumuskan program kerja organisasi serta pikiran rekomendasi terkait perjuangan Masyarakat Adat.

 

Fernando Manurung

PERINGATAN SATU DEKADE DEKLARASI PBB TENTANG HAK-HAK MASYARAKAT ADAT SEDUNIA

Setiap 9 Agustus masyarakat adat di seluruh dunia merayakan International Day of the World’s Indigenous Peoples atau Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia dan telah ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi 49/214 pada 23 Desember 1994. Tanggal 9 Agustus dipilih karena alasan historis, dimana tanggal tersebut merupakan hari pertemuan pertama Kelompok Kerja PBB untuk Masyarakat Adat Sub-Komisi untuk Promosi dan Perlindungan HAM pada 1982.
Tahun ini, perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia lebih istimewa karena bertepatan dengan Peringatan Satu Dekade (10 tahun) Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat yang telah dideklarasikan pada 13 September 2007; 10 tahun yang lalu. Indonesia, telah berpartisipasi aktif dan merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani Deklarasi tersebut.
Posisi Indonesia sebagai salah satu negara penandatangan Deklarasi tidak saja merupakan pernyataan bahwa Indonesia setuju terhadap Deklarasi tersebut tetapi juga berkonsekuensi pada adanya kewajiban hukum dan moral bagi negara untuk menindaklanjuti Deklarasi tersebut ke dalam hukum dan kebijakan nasional.
Setelah 10 tahun Deklarasi tersebut ditandatangani, kita perlu secara jujur menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia masih jauh dari harapan dalam mengimplementasikan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat.
Dengan tidak mengurangi penghargaan atas upaya dan capaian Pemerintah dalam 10 tahun terakhir, kita harus secara terbuka mengakui bahwa Pengakuan dan perlindungan hukum bagi masyarakat adat masih jalan di tempat. Putusan MK 35/2012 masih belum secara serius dijadikan sebagai acuan dari pembentukan hukum dan kebijakan dan program pemerintah. Sampai saat ini, Pemerintah baru mengembalikan 13.000 hektar hutan adat kepada masyarakat adat.
Di sisi pembentukan hukum, RUU Masyarakat Adat juga sampai saat ini belum dibahas. Begitu pula pembentukan hukum di daerah yang lamban. Sementara itu, kriminalisasi terhadap masyarakat adat jalan terus; 14 orang warga masyarakat adat Seko telah dihukum karena memprotes pembangunan PLTA di wilayah adatnya. Begitu pula Trisno, seorang masyarakat adat di Tana Bumbu Kalimantan Selatan dihukum dengan alasan ladangnya merupakan bagian dari kawasan hutan.

Satgas Masyarakat Adat sebagai lembaga trouble shooter terhadap mandegnya agenda-agenda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat saat ini masih belum ditetapkan.
Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden jusuf Kalla pada dasarnya memiliki prasyarat untuk menjadi pemimpin global pada isu pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Pemerintah hanya perlu menjalankan secara konsisten 6 (enam) agenda Nawacita yang berkaitan dengan masyarakat adat, antara lain:
1. Mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang,
2. Meninjau ulang peraturan perundang-undangan terkait masyarakat adat khususnya tentang hak atas sumber agraria,
3. Memastikan proses-proses legislasi terkait pengelolaan tanah dan sumberdaya alam pada umumnya, seperti RUU Pertanahan, dan lain-lain, berjalan sesuai dengan norma-norma pengakuan hak-hak masyarakat adat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam MK 35/201,
4. Menyusun (rancangan) Undang-undang terkait dengan penyelesaian konflik-konflik agraria yang muncul sebagai akibat dari pengingkaran berbagai peraturan perundangundangan sektoral atas hak-hak masyarakat adat selama ini,
5. Membentuk Komisi Independen yang diberi mandat khusus oleh Presiden untuk bekeria secara intens untuk mempersiaphan berbagai kebijakan dan kelembagaan yang akan mengurus hal-hal yang berkaitan dengan urusan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat ke depan, dan
6. Memastikan penerapan UU Desa 6/2014 dapat berialan, khususnya dalam hal mempersiapkan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengoperasionalisasi pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk dapat ditetapkan menjadi desa adat.

Indonesia akan menjadi pemimpin global dalam urusan Masyarakat Adat jika Pemerintah mulai bekerja secara konsisten untuk mencapai enam komitmen Nawacita tersebut di atas.

Rakyat Sumatera Utara Membutuhkan Abdon Nababan

Pemuda Adat. Sumatera Utara tengah mengalami krisis kepemimpinan yang akut. Dua periode berturut-turut gubernurnya masuk penjara karena terjerat kasus korupsi. Provinsi besar ini sangat membutuhkan sosok pemimpin yang bersih, jujur ingin membangun daerah dan berbuat untuk rakyat. Abdon Nababan sosok yang pas untuk itu.

 

Demikian inti pemikiran yang disampaikan pemerhati otonomi daerah, jurnalis senior asal Sumatera Utara Nestor Rico Tambunan, dalam diskusi terbatas dengan kalangan media dan kader-kader Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Jakarta, Senin, 7 Agustus 2017.

Diskusi tersebut berkaitan dengan keputusan Pengurus Wilayah AMAN Tano Batak dan AMAN Sumut, serta Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara yang belum lama ini mengutus dan mendeklarasikan Abdon Nababan maju dalam Pemilihan Gubernur Sumut 2018.

 

Nestor menjelaskan, Sumatera Utara provinsi besar dengan 33 kabupaten dan kota, yang karakteristik wilayah dan masyarakat yang sangat beragam. “Abdon Nababan orang yang mampu mengelola keberagaman. Dia sudah 20 tahun lebih melayani dan berbuat untuk masyarakat adat Nusantara, dari Sabang sampai Merauke,” ujar jurnalis senior yang belum lama ini memperoleh kehormatan sebagai Wartawan Utama dari Dewan Pers.

 

Menurut Nestor, Abdon Nababan sosok orang cerdas yang rendah hati dan punya jiwa pengabdian yang besar terhadap masyarakat. Terbukti dengan penghargaan Ramon Magsaysay Award yang ia peroleh tahun ini. Pemberian penghargaan yang dijuluki “Nobel Asia” itu karena Abdon dinilai berhasil mengangkat dan menyuarakan keberadaan dan hak-hak sipil masyarakat adat di Indonesia. “Itu bukan prestasi dan penghargaan yang sembarangan,” tegas jurnalis yang juga dikenal sebagai aktivis sosial dan dosen ini.

 

Bukti lain kemampuan dan kapasitas Abdon Nababan, jelas Nestor, sampai sekarang pria kelahiran Siborongborong itu masih memegang beberapa jabatan dan pimpinan di berbagai organisasi/lembaga nasional dan internasional, antara lain Anggota Dewan Directur Tenure Facility yang berbasis di Stockholm (2016-sekarang), Anggota Komite Pengarah Global Tropical Forest Alliance (TFA) 2020 yang berafiliasi dengan World Economic Forum (WEF) berbasis di Jenewa, Swiss (2015-sekarang). Dia juga pernah menjadi panel ahli di PBB (UNDP) dan KPK dan beberapa kementerian. “Tapi yang terutama, semangatnya untuk melakukan perbaikan kehidupan untuk masyarakat dan manusia,” ujar Nestor.

 

Sementara tantangan bagi Abdon Nababan, menurut Nestor, ia belum dikenal luas di masyarakat Sumatera Utara. “Saya kira, itu tugas AMAN dan jaringan organisasi masyarakat sipil yang mengutusnya. Tugas mereka memperkenalkan Abdon Nababan kepada rakyat di Sumatera Utara.”

 

Nestor menilai, keputusan mendorong Abdon Nababan maju dalam Pilgub Sumut 2018 melalui jalur independen, tidak melalui partai politik, memiliki nilai emas. “Dengan demikian Abdon tidak punya hutang politik kepada elit atau partai. Hutang politik yang membuat kepala-kepala daerah terjebak dalam korupsi, termasuk di Sumut. Hutangnya kepada rakyat yang memilihnya,” tegas Nestor. *

Abdi Akbar

Sumber: www.aman.or.id

BARISAN PEMUDA ADAT NUSANTARA

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com

en_USEnglish
en_USEnglish