Jakarta – BPAN turut terlibat di acara “PAWAI BEBAS PLASTIK 2024” yang dikemas dalam agenda PIKNIK BEBAS PLASTIK 2024, merupakan salah satu bentuk kampanye dan pawai yang diinisiasi oleh beberapa jaringan NGO diantaranya: Walhi, Econusa, Greenpeace, Indorelawan, Dietplastik Indonesia, Divers Clean Action (DCA), Pulau Plastik dan Pandu Laut Nusantara (28/07).
BPAN diundang sebagai Narasumber dengan membawakan tema diskusi “Masyarakat Adat dan Plastik”, diskusi ini diisi oleh Hero Aprila selaku PJ. KETUM BPAN. Dia menuturkan bahwa Masyarakat Adat memiliki korelasi dengan sampah plastik. Sebelumnya Hero menjelaskan dan menegaskan tentang keberadaan Masyarakat Adat saat ini, “Masyarakat Adat sudah ada jauh sebelum Negara ini ada. Berdasarkan data yang dilansir dari Website resmi PBB terdapat 450 juta jiwa Masyarakat Adat yang tersebar di 90 Negara, namun faktanya bisa lebih dari itu. Berdasarkan data dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dari total 272 juta penduduk di Indonesia terdapat ± 20 hingga 70 juta jiwa Mayarakat Adat”, tuturnya.
Hero menyampaikan, bahwa Peralatan maupun bahan-bahan yang kita pakai dalam kegiatan ini, seperti mangkok dari tempurung kelapa, sendok dari kayu, merupakan warisan dan praktek dari Masyarakat Adat. Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman kita seakan melupakan manfaat dan jarang menggunakan bahan-bahan alami (nature) dalam kehidupan sehari-hari, padahal itu merupakan salah satu cara kita untuk menjaga bumi agar tetap lestari”, tambahnya.
Pasal 18B ayat (2) UUD 45 menjelaskan bahwa Masyarakat Adat hidup sesuai dengan perkembangan zaman. Namun dalam prakteknya, Masyarakat Adat hari ini terkontaminasi dengan modernisasi dan hal-hal yang serba praktis (instan) salah satunya seperti penggunaan plastik.
Jika kita melihat Masyarakat Adat yang berada di Komunitas Montong Baan, Nusa Tenggara Barat, disana ada salah satu Pengurus Kampung (PKAM) BPAN yang mampu memanfaatkan sampah plastik dengan cara memilah dan mengolah sehingga menghasilkan sebuah kerajinan tangan yang memiliki nilai. Disamping itu adalah pratek menjaga bumi, Masyarakat Adat juga mampu memanfaatkan dan mengelolanya”, ujarnya
Pada sesi terakhir (Closing Statement), Hero menyampaikan dan sekaligus mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap lestari bersama Masyarakat Adat untuk menjaga Wilayah Adatnya agar terhindar dari sampah-sampah plastik dan sampah lainnya.
“Bahwa Mayarakat Adat bukan hanya penjaga hutan, tetapi juga penjaga bumi. Masyarakat Adat paham bagaimana proses pembukaan lahan yang baik, cara berladang, beternak, berburu, menenun, termasuk juga cara menjaga kelestarian lingkungan yang berkeadilan serta memiliki kearifan lokal.
BPAN dikenal dengan adanya Gerakan Pulang Kampung, melalui gerakan ini Pemuda Adat dikampung dapat melakukan kegiatan-kegiatan posistif seperti: Pendidikan Adat, menjaga hutan, melakukan Pemetaan Partisipatif serta menelusuri Jejak Lelulur. Dalam prakteknya Pemuda Adat menjaga wilayah Adat dan lingkungan agar tetap lestari dengan pengetahuan tradisional dan kearifan lokalnya.
Belum selesai proses sidang yang dijalani Op. Umbak Siallagan Ketua Adat Dolok Parmonangan (Komunitas Sihaporas) di Pengadilan Negeri Simalungun yang dituduh merusak dan menduduki lahan PT TPL. Masyarakat Adat Komunitas Sihaporas kembali tersentak dengan adanya Penculikan 5 (lima) orang anggota komunitas. Terkonfirmasi, Hitman Ambarita Ketua Pengurus Kampung (PKam) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Sihaporas yang turut menjadi korban kriminalisasi, pada tanggal 22 Juli 2024 pukul 03.00 Wib.
Saat itu, Masyarakat Adat sedang tertidur lelap di salah satu rumah warga di Buntu Pangaturan, Sihaporas, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Seketika, dikerumuni oleh orang yang tidak dikenal berjumlah 50 (lima puluh orang) dengan mengendarai dua unit mobil Security PT. TPL dan Truck Coltdiesel. Mereka dipaksa berdiri (bangun) dan mulai melakukan tindakan represif, intimidasi dan kekerasan fisik seperti memukul, menendang yang mengakibatkan luka robek dikepala salah satu anggota Masyarakat Adat komunitas Sihaporas. Disisi lain, Masyarakat Adat Sihaporas tidak menunjukkan adanya perlawanan dan mereka tidak diberikan ruang untuk melakukan pembelaan.
Hero Aprila PJ Ketum Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), turut mengomentari dan mengecam kasus ini, “Tindakan Penculikan ini sangat keji dan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Belum selesai kasus Ompu Sorbatua Siallagan yang saat ini sedang dalam proses Sidang di PN Simalungun, malah bertambah lagi kasus penculikan yang dilakukan oleh Oknum Kepolisian dan oknum PT TPL.” ujarnya. Selain itu, PJ Ketum BPAN juga menyampaikan, “BPAN bersama Pemuda Adat diseluruh Nusantara agar dapat berperan aktif dan mengawal setiap proses persidangan serta mengawal kasus penculikan lima orang Masyarakat Adat Sihaporas”. tegasnya.
Hero juga menambahkan “segala bentuk ketimpangan, ketidakadilan dan palanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat tidak boleh terulang lagi”. Dengan ini, Barisan Pemuda Adat Nusantara menyatakan sikap atas kejadian ini:
Mengecam dan mengutuk keras tindakan penculikan disertai pelanggaran HAM dengan cara represif dan tidak berperikemanusiaan;
Mengecam tindakan kepolisian yang cacat prosedural yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian dan Oknum PT TPL yang melakukan penculikan pada waktu dinihari;
Mendorong dan mendesak Polsek Simalungun untuk segera melepaskan para korban yang saat ini sedang ditahan;
Meminta keadilan kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara Op. Umbak Siallagan agar membebaskan dari segala tuntutan hukum agar tindakan kriminalisai dan intimidasi serta penculikan tidak terulang lagi;
Mengusut tuntas kronologis penculikan, sebagai Negara Hukum yang memberikan perlindungan hak bagi yang benar dan memberikan hukuman dan sanksi yang tegas bagi yang melawan hukum.
Berdasarkan informasi terkini (26/07), satu orang Masyarakat adat Sihaporas korban penculikan sudah dilepaskan dari tahanan Polres Simalungun dan masih tersisa empat orang lainnya. Ketum BPAN juga mengajak seluruh Pemuda Adat di seluruh Nusantara untuk terus memantau dan mengawasi proses setiap ketidakadilan yang dialami oleh seluruh Masyarakat Adat, terutama pada kasus Penculikan lima orang Masyarakat Adat Sihaporas dan proses Sidang Op. Umbak Siallagan di PN Simalungun.
***
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi kontak berikut: Hero Aprila, S.H – PJ KETUM BPAN (0852-6336-5091) Doni Munte, S.H – BPAN Tano Batak (0822-7625-9906)
Sebagian besar komunitas masyarakat adat yang tersebar diseluruh pelosok-pelosok Nusantara menjadi miskin dan tertindas dikarenakan sumber-sumber kehidupan mereka dirampas. Tanah mereka di rampas untuk berbagai proyek pembangunan seperti perkebunan sawit, pertambangan, HPH, Konservasi dan lain-lain. Menjadi pengalaman terbesar kami masyarakat adat Aru yaitu penolakan besar-besaran dari masyarakat adat Aru terhadap PT. Menara Grup yang datang ke Aru dengan tujuan penanaman tebu, dan juga saat ini perusahaan PT. MG yang bergerak dalam perdagangan karbon yang ingin merampas hak-hak Masyarakat Adat Aru. Saat ini perusahaan tersebut sedang mengurus amdal di 10 Kecamatan yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Aru. Hal ini menjadi pengalaman yang menyedihkan bagi Masyarakat Adat Aru khususnya Masyarakat Adat Marafenfen pada saat itu.
Oleh karena itu kami sebagai pemuda adat Aru yang bergabung dalam Kepengurusan Organisasi Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Kepulauan Aru. Merasa penting adanya perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat Aru, maka diselenggarakanlah Jambore Daerah Ke-II BPAN ARU dengan tema : “Gerakan Pulang Kampung Memperkuat Jati Diri Pemuda Adat Aru” yang dihadiri oleh 10 komunitas adat. Melalui jambore ini kami bersepakat untuk mendeklarasikan pembentukan Pengurus Kampung BPAN di empat (4) Komunitas Masyarakat Adat Aru yaitu Komunitas Adat Doka Nata, Komunitas Adat Kumul, Komunitas Adat Erersin Nata dan Komunitas Adat Siya. Selain itu BPAN Aru melakukan reorganisasi pada Pengurus Kampung BPAN Rebi karena kami merasa penting hadirnya BPAN di seluruh Komunitas Masyarakat Adat Aru.
Dengan demikian pada hari rabu, 7 Juni 2023, Barisan Pemuda Adat Nusantara (PD BPAN ARU dan DePAN Region Maluku, Said Lajali Arloy) melakukan perjalanan dari Pelabuhan Dobo-Serwatu. Dalam Rangka pembentukan PKam Doka Nata. Dengan menyerukan “Petakan Wilayah Adat-Mu Sebelum dipetakan Orang Lain”, jambore ini terselenggara. Edukasi tentang pengakuan masyarakat adat juga dilakukan melalui kegiatan ini, karena secara nasional, Masyarakat Adat diakui dan dilindungi konstitusi Indonesia melalui Pasal 18 B Ayat (2) dan Pasal 28 I Ayat (3) UUD 1945,dan Eksistensi Masyarakat Adat Kembali ditegaskan Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.
Ketua Terpilih PKam BPAN Doka Nata, Nahum Djerol dan seluruh anggota PKam BPAN Doka Nata bersama dengan BPAN Daerah Kepulauan Aru mengapresiasi dukungan dari Pemerintah Desa Doka Timur, Tetua Adat Doka Nata, serta seluruh Masyarakat Adat Doka Nata.
Tuhan dan Leluhur Doka Nata Memberkati PKam BPAN Doka Nata untuk menjadi garda terdepan dalam membela dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat Doka Nata untuk masa depan Masyarakat Adat Doka Nata yang berkedailan.
Pemuda Adat Bangkit Bersatu Bergerak Mengurus Wilayah Adat.
Abdon Nababan Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara 2 periode (2007-2012 dan 2012-2017) hadiri Muswil III AMAN Tano Batak dan serahkan hadiah kepada beberapa pemenang lomba karya tulis dan video . Holbung,11 Maret 2023.
Kegiatan yang mengangkat Tema ‘’Kerusakan wilayah adat di Tano Batak” tersebut di ikuti Oleh Puluihan Pemuda Adat yang teregistrasi di Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) ‘’Dampak kehadiran Korporasi PT.TPL yang banyak menyumbangkan kerugian bagi masyatrakat adat Tano Batak dan yang menyebabkan kerusakan lingkungan di Kawasan Danau Toba. Abdon Nababan mengapresiasi kegiatan tersebut dan mendorong para pemuda agar kiranya aktif terus menulis dan membuat vlog video untuk memperkuat kampanye di media tentang kerusakan alam tano batak. “Saya sangat mengapresiasi lomba ini karena kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk mengkampanyekan dampak buruk kehadiran Korporasi di Tano Batak. Dan saya juga berharap kedepan agar seluruh pemuda aktif untuk terlibat dalam menceritakan kisah dari komunitas melalui tulisan dan video yang sudah dilakukan melalui perlombaan di Muswil III ini.” Selain itu Michelin Sallata, Ketua Umum BPAN yang turut hadir sebagai peninjau dalam Muswil III ini turut merayakan pencapaian pemuda adat dalam perlombaan yang dilaksanakan oleh panitia MUSWIL III AMAN Tano Batak. Kata Michelin pemuda adat selain meraih banyak prestasi atas karya yang mereka berikan juga terlibat banyak dalam mensukseskan MUSWIL III ini dengan terlibat langsung memobilisasi dan mengatur jalannya kegiatan.
“Solidaritas dari Pemuda Adat di Tano Batak harus menjadi pemicu semangat bagi pemuda adat lainnya untuk terus bersemangat berjuang dalam bentuk apapun utamanya dalam menjadi story teller dalam menceritakan perjuangan mereka di komunitas adat utamanya seperti yang terdampak PT TPL. Penindasan dan intimidasi yang dirasakan oleh pemuda adat di wilayah yang berkonflik justru tidak menyurutkan semangat mereka untuk senantiasa berkarya, itu nampak pada hasil capaian dari teman-teman di Sihaporas, Natumingka dan komunitas adat lainnya.” Karto Pardosi sebagai panitia juga menjelaskan “Adapun lomba ini kami sebut sebagai kegiatan pra MUSWIL yang dilangsungkan dalam menyambut Musyawarah Wilayah AMAN Tano Batak, tujuanya adalah untuk menyemarakkan acara MUSWIL III AMAN Tano Batak, sekaligus para kontestan mempublikasi bahwa situasi dan kondisi wilayah adat masyarakat adat saat ini banyak yang dalam posisi terancam akan aktivitas dari perusahaan perusk lingkungan termasuk PT. TPL, artinya sangat banyak ditemukan kerusakan ekologi di wilayah adat. Maka penitia mengangkat tema lomba tentang kerusakan wilayah adat sehingga dengan mengkuti lomba ini para kontestan berpartisipasi dalam mengkapanyekan situasi wilayah adat yang saat ini sedang di ekploitasi korporasi. Kegiatan lomba ini juga melibatkan seluruh komunitas masyarakat adat di Tano Batak yang sedang berjuang dalam menjaga dan mengelola wilayah adatnya.
Adapun Pemenang Lomba Karya ‘’Kerusakan Wilayah Adat di Tano Batak’’ adalah sebagai berikut:, 1. Juara I Heriando Manik, Mahasiswa Institut Agama Kristen Negeri Tarutung. 2. Juara II Maruli Simanjuntak, Anggota Barisan Pemuda Adat Nusantara Wilayah Tano Batak. 3.Juara III Sofrin Simanjuntak, Warga Adat Komunitas Ompu Pangumban Bosi Simanjuntak.
Credit Union Pancoran Kehidupan (CU Randu) berdiri sejak 2013 lalu dan digagas oleh berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS), di antaranya AMAN, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sajogyo Institute, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Persekutuan Perempuan Adat Nusantara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN), Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), dan sejumlah individu. Mereka (termasuk 33 orang aktivis yang mewakili lembaganya masing-masing) kemudian bersepakat untuk membangun sebuah lembaga keuangan. CU Randu pun diharapkan untuk memberikan perubahan yang baik untuk para aktivis serta masyarakat yang menjadi anggota.
Pada 18 November 2022 lalu, pengurus dan pengawas CU Randu telah mengadakan musyawarah bersama untuk menyepakati pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang akan diselenggarakan pada 30-31 Maret 2023. Dalam musyawarah tersebut, para pengurus dan pengawas mendiskusikan hal-hal yang harus dipersiapkan menjelang RAT, termasuk pembuatan dua kelompok kerja (Pokja), yaitu Pokja AD/ART dan Pola Kebijakan serta Pokja Rencana Organisasi yang berfungsi untuk mempersiapkan semua bahan yang berkaitan dengan pelaksanaan RAT.
Dalam musyawarah tersebut, baik pengurus maupun pengawas, mengulas kembali peran OMS yang ikut mendirikan CU Randu. Selain itu, CU Randu telah berkoordinasi dengan semua pengampu OMS yang menjadi anggota agar membantu mensosialisasikan CU Randu di organisasinya masing-masing. Pengampu yang dimaksud merupakan individu yang sudah terdaftar menjadi anggota CU Randu.
Undangan rencananya akan disebar kepada seluruh anggota pada 1 Februari mendatang. Adapun dokumen yang telah dipersiapkan, meliputi draf AD/ART dan Pola Kebijakan serta Program Kerja yang dibuat oleh masing-masing Pokja.
Pengurus maupun pengawas telah menyiapkan kepanitiaan kecil dalam RAT. RAT akan dilaksanakan pada 30-31 Maret 2023 dan dibuka dengan diskusi publik yang membahas polemik Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang disahkan pada Desember 2022 lalu.
UU PPSK turut membahas Koperasi Simpan Pinjam (KSP), termasuk Koperasi Kredit atau CU. Kebijakan tersebut tentu merugikan koperasi karena mendiskriminasi hak konstitusionalnya serta merusak prinsip-prinsip utamanya. Secara tidak langsung, UU tersebut memiliki tujuan untuk memitigasi risiko serta memperkuat sektor keuangan untuk korporasi perbankan dan asuransi komersial, namun tidak dengan koperasi. Sebaliknya, prinsip utama koperasi, seperti otonomi dan demokrasi, yang sesungguhnya jelas terbukti menjadi kekuatan dan daya tahan lembaga keuangan koperasi di seluruh dunia, justru dikesampingkan.
Selain itu, diskusi publik juga akan dilaksanakan segera membahas karakteristik CU yang sesuai dengan kekhasan Nusantara. Pastinya, itu adalah hal yang bukan berbasis pada industrialisasi, tetapi agraria dan Masyarakat Adat. Hasil yang diharapkan dari diskusi publik tersebut, yakni rekomendasi dan masukan dari berbagai pihak, terutama para pembicara, bagi CU Randu untuk kelak dapat merancang model ekonomi berbasis Masyarakat Adat.
Dalam RAT, para anggota juga akan membahas rencana strategis (renstra) yang perlu disesuaikan dengan perubahan kondisi maupun tren saat ini.RAT akan dilaksanakan secara hibrid (luring dan daring) agar membuka peluang bagi anggota yang tidak berdomisili di Jabodetabek, untuk bisa mengikuti RAT dari jarak jauh. CU Randu juga telah meminta saran dan masukan dari CU Keling Kumang di Kalimantan Barat terkait mekanisme keanggotaan yang lebih terbuka, sehingga membuka peluang untuk kelak dapat menjangkau lebih banyak calon anggota, baik itu individu, komunitas, kelompok usaha, maupun organisasi.
Dengan bertransformasinya CU Randu, maka diharapkan CU Randu akan dapat berkembang menjadi lembaga keuangan profesional yang mendukung pemajuan gerakan sosial untuk menyejahterakan anggota serta menopang keberlanjutan organisasi gerakan sosial di Indonesia.
Credit Union adalah Lembaga keuangan yang didalamnya berkumpul orang yang saling percaya dan berwatak sosial dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Credit Union memiliki tiga prinsip utama yaitu : Asas Swadaya, Asas Solidaritas, dan Asas Pendidikan. Credit Union bergerak dalam lapangan usaha pembentukan modal melalui tabungan anggota secara terus-menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggotanya secara mudah dan cepat sebagai tujuan produktif untuk mencapai kesejahteraan. Untuk menjadi anggota seseorang harus berwatak baik, rajin dan jujur sebagai salah satu jaminannya. Di Indonesia sendiri Credit Union bukan lagi sekedar lembaga keuangan tetapi sudah menjadi gerakan ekonomi karena besar dan luasnya dampak yang telah dihasilkan.
Mengapa anggota Credit Union harus membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya non-keuangan? Tentunya karena memiliki banyak manfaat yang diantaranya untuk melindungi tanah sebagai alat produksi yang paling vital bagi masyarakat. Kedua, mengurangi tekanan laju dari kerusakan sumber daya alam di wilayah adat. Ketiga, menjamin akses pemerataan pendidikan dan sebagai dana darurat untuk kesehatan dan hari tua (pensiun). Keempat, menurunkan tingkat konsumerisme dan kriminalisasi akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan dan terakhir meningkatkan rasa aman melalui persatuan dan solidaritas.
John Bamba seorang Intelektual Credit Union di Kalimantan Barat dalam bukunya berjudul Credit Union Gerakan Konsepsi Petani (2015)[ii] mengajak seluruh elemen Gerakan Credit Union untuk menemukan kembali peran strategisnya di tengah sistem yang semakin kapitalistik. Credit Union selain melek finansial, juga harus melek urusan sosial, budaya, politik. Pilihan ini muncul atas dasar kesadaran bahwa sistem kapitalisme tidak cukup dilawan hanya dengan kekuatan uang. Gerakan Credit Union sungguh menjadi gerakan manakala Credit Union dengan sadar dan sengaja untuk melibatkan dirinya dalam perjuangan rakyat, serta melakukan transformasi sosial tanpa mengabaikan profesionalitas Credit Union sebagai lembaga keuangan.
Kaitan Credit Union dengan Pancasila
Credit Union sangat berkaitan erat dengan Pancasila; Credit Union juga memiliki sistem paling sesuai untuk penerapan nilai-nilai Pancasila. Sistem Credit Union dapat dipakai sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan sistem ekonomi Pancasila secara konkret. Sistem ekonomi yang memegang teguh nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan nilai keadilan sosial. Kaitannya dengan Pancasila bahwa Credit Union yang berkembang paling pesat di dunia termasuk di Indonesia. Bung Hatta menegaskan bahwa Credit Union juga memiliki sistem paling sesuai untuk penerapan nilai-nilai Pancasila.
Bila kita bedah setiap sila maka dapat dijabarkan bahwa, Sila Pertama, nilai ketuhanan dalam Credit Union tidak berarti bahwa anggota harus beragama dan beriman tertentu atau sistem yang dijalankan harus berdasarkan pada agama atau keyakinan tertentu melainkan berarti bahwa sikap solidaritas dan belaskasih yang sudah diterima dari Tuhan. Sila kedua, nilai kemanusiaan dalam Credit Union berarti kesejahteraan manusia yang menjadi prioritas utama. Perkembangan mental manusia lebih diutamakan daripada keuntungan ekonomi. Sila ketiga, nilai persatuan artinya terbuka terhadap semua anggota dengan latar belakang apapun untuk bekerjasama. Sila keempat, nilai kerakyatan bahwa Credit Union ikut terlibat dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sistem yang dipegang teguh oleh Credit Union adalah demokrasi, musyawarah dan mufakat, dari anggota, oleh anggota, untuk anggota. Sila kelima, nilai keadilan sosial berarti selalu memperjuangkan kesejahteraan bersama.
Kehadiran Credit Union memberikan peluang bagi usaha-usaha kecil dan menengah untuk memperoleh pinjaman modal. Pinjaman dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha anggota yang bergabung di dalamnya, sehingga dapat membantu pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan. Seharusnya pemerintah dapat mendukung usaha Credit Union sebagai lembaga keuangan yang mempunyai orientasi kegiatan kemasyarakatan. Credit Union harus didukung oleh pemerintah karena sebagian aktivitas masyarakat kecil belum mempunyai akses dalam memperoleh pinjaman di lembaga keuangan lain seperti bank. Karena itu dalam pengentasan kemiskinan Credit Union dapat dijadikan pioner untuk membantu pemerintah dalam menyediakan modal usaha.
Dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan, Credit Union akan menghindari sekecil mungkin untuk menggunakan suntikan dana dari luar (donor), karena apabila modal Credit Union lebih kecil dibandingkan modal yang berasal dari luar, maka otonomi credit union yang ada sudah mulai hilang dan dikuasai oleh pemilik modal. Untuk itu otonomi dan kebebasan merupakan salah satu prinsip Credit Union yang justru membedakannya dengan lembaga keuangan lainnya. Maka dengan itu harus memiliki program untuk meningkatkan kemampuan ekonomi anggota perorangan untuk memobilasasi dana yang akan diperoleh.
Perlu digarisbawahi bahwa Credit Union tidak sama dengan koperasi dan lembaga keuangan lainnya terutama dengan Grameen Bank yang justru lebih mirip dengan Bank.[iii] Kita sudah mengetahui bersama bahwa yang namanya Bank artinya ada investor dan segala macamnya serta tidak ada semangat swadaya di dalamnya. Tidak bisa dipungkiri sekarang ini bahwa Grameen Bank menjadi primadona dan trend untuk model pemberdayaan ekonomi. Credit Union pun pada akhirnya harus tunduk kepada Undang-Undang Perkoperasian karena masuk dalam kategori koperasi.[iv]
Kenapa Masyarakat Adat Penting Ber-Credit Union?
Pertama sekali tentunya kita harus melakukan pemetaan terhadap masalah yang dihadapi Masyarakat Adat saat ini. Kita uraikan satu-persatu dimulai dari hal yang sangat vital yakni tidak ada kepastian hak atas tanah di banyak daerah di Indonesia, baik dari segi wilayah maupun sumber daya alam. Kerusakan lingkungan yang semakin meluas, konflik tenurial serta tanah dan wilayah adat semakin sempit dibanyak daerah hingga permasalahan krimininalisasi yang kian marak terjadi.
Adapun yang menjadi mandat dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus dicapai beberapa diantaranya adalah mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimanapun serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.
Kemudian apa relevansi keberadaan Credit Union bagi Masyarakat Adat Indonesia ? tentunya Credit Union hadir untuk menjawab berbagai kondisi masyarakat Indonesia dalam hal keuangan. Keberadaannya di Indonesia yaitu menjadi lembaga keuangan berbasis pada anggota yang bertujuan mulia untuk memberdayakan masyarakat (anggotanya) untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabatnya, melalui pelayanan simpan dan pinjam (bukan pinjam untuk disimpan). Penting bagi Masyarakat Adat untuk mendorong pemberdayaan masyarakat seutuhnya, sehingga berdaya guna dan berdaya cipta untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya sendiri.
Ada beberapa manfaat dan keuntungan yang didapatkan Masyarakat Adat ketika bergabung di Credit Union diantaranya, adalah proses simpan pinjam yang mudah dan terjangkau, sumber pinjaman dengan bunga normal, menciptakan sumber kredit untuk kegunaan usaha yang produktif, juga mengedukasi anggota untuk mengatur dan mengelola keuangannya agar menggunakan uang secara bijak serta hemat. Perbedaan yang sangat signifikan yaitu melindungi tanah, sebab tanah merupakan alat produksi yang paling vital. Mengurangi tekanan laju sumber daya alam, menjamin kesehatan, pendidikan serta jaminan hari tua (pensiun). Menurunkan konsumerisme dan perjudian sehingga kita dapat mengidentifikasi yang mana kebutuhan dan keinginan. Selain itu juga meningkatkan rasa aman, persatuan dan solidaritas. Hal inilah yang tidak didapatkan di lembaga keuangan lainnya.
Dalam Credit Union setiap anggotanya mempunyai kepentingan secara langsung terhadap kebutuhan perkreditan. Mekanisme utama di dalam Credit Union adalah penyimpanan dan peminjaman keuangan oleh anggota. Credit Union menyelenggarakan pengumpulan keuangan dari anggotanya secara giat dan teratur. Setelahnya, memberikan pinjaman kepada anggotanya untuk keperluan yang bermanfaat. Uang jasa yang diterapkan atas peminjaman nilainya sangat rendah. Modal Credit Union berasal dari simpanan para anggotanya, mekanisme ini bertujuan untuk memberikan modal kepada anggotanya guna peningkatan penghasilan. Peningkatan ini juga akan kembali menguntungkan Credit Union sebagai pemberi pinjaman melalui simpanan baru dari anggota yang diberikan modal. Anggota akan dipersiapkan untuk menciptakan modal terlebih dahulu gunanya agar anggota diajarkan dan dikenalkan terlebih dahulu untuk menabung secara konsisten. Pinjaman kapitalisasi itulah yang kita sebut juga dengan pinjaman untuk menciptakan modal anggota. Mari Bergabung di Credit Union !!
Siapapun bisa bergabung menjadi anggota CU Randu, baik individu maupun komunitas (lembaga). Hubungi kami melalui contact person : Efrial Ruliandi (0812 1223 1466); Novalia Dea Larasati (0812 8200 7501); Email : adm.curandu@gmail.com. Kantor Pelayanan : Jl. Jenderal Sudirman No 15F – 3rd floor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia 16129
[i] Penulis adalah Staff Organisasi Credit Union Pancoran Kehidupan (CU Randu).
[ii] CU Gerakan Konsepsi Filosofi Petani (Pro-Movement Credit Union), Institut Dayakologi & GCU-FPK: Pontianak., 2015.
[iv] Melalui Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, peluang campur tangan pemerintah dan pemilik modal besar atas koperasi menjadi sangat besar. Tidak adanya jaminan atas kemandirian atau prinsip swadaya sangat bertolak belakang dengan karakteristik Credit Union selama ini.
Dari Ketum BPAN, Kembali ke Kampung, Menggerakkan Kedaulatan Pangan, dan Jadi Pengurus BPD
Jhontoni Tarihoran dikenal orang sebagai tokoh pemuda adat yang intens berjuang untuk Masyarakat Adat. Ia adalah pemuda adat asal Tano Batak, dari Kampung Janji.
Tahun 2015-2018, ia menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN). Di BPAN, ia sekarang masih menjabat sebagai Dewan Pemuda Adat Nusantara (DePAN) utusan Region Sumatera. Saat menjadi Ketum BPAN, Jhon mencetuskan sebuah gerakan pemuda adat yang kini menjadi salah satu landasan para generasi muda adat menjaga wilayah adatnya yaitu Kembali Ke Kampung atau Gerakan Pulang Kampung (Homecoming Movement).
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Ketum BPAN, ia memutuskan Kembali ke Kampung, menghidupi program yang dicetuskannya. Ia ingin membuktikan sendiri bahwa tinggal di kampung menjadi hal yang luar biasa. Kembali ke kampung, menurutnya, bukan sekedar Kembali tinggal di kampung dan tidak berbuat apa-apa, namun Kembali ke kampung harus diikuti dengan upaya-upaya nyata untuk menjaga, membangun, dan mengurus kampung. Hal itu ia maknai dengan berbagai kegiatan.
Di kampungnya, ia menjadi seorang petani dan aktif mengorganisir petani. Para petani di Janji meminta agar dirinya bersedia menjadi Ketua Kelompok Tani mereka. Jhon tidak menolak. Dia bekerja agar petani dapat mengakses dukungan pemerintah terkait tentang pertanian. Karena sebagai petani, sebelumnya Jhon dan warga lainnya kesulitan untuk mendapatkan pupuk subsidi. Kini mereka tidak saja hanya mendapat pupuk subsidi, tetapi juga bibit dan alat-alat pertanian. Baru saja juga kelompok tani yang dia pimpin mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengerjakan pembangunan Prasarana Pertanian di desa dengan biaya ratusan juta rupiah. Jhon juga menggerakkan kedaulatan pangan di kampungnya. Jhon punya cerita menarik soal ini. Di akun media sosial miliknya, ia mengunggah foto-foto kegiatannya berkebun. ‘Tebang Sawit, Tanam Sawi’ menjadi unggahannya yang banyak menarik perhatian. Pohon sawit di kebun, ditebangnya dan ia tanami sayur sawi.
Sawit yang ditanami Sawi
Ia juga menanam banyak tanaman dan memelihara beberapa jenis hewan ternak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah panen, hasilnya tidak ia nikmati sendiri, banyak pula yang ia bagikan untuk warga di kampungnya.
Sejak pandemi menerpa dunia awal tahun 2020 lalu, Jhon menjadikan ini sebagai jalan untuk menyatakan kedaulatan pangan Masyarakat Adat. Ia menunjukkan bahwa tinggal di kampung dan mengolah tanah adalah solusi di tengah pandemi. Jhon kemudian menghimpun Masyarakat Adat di kampungnya untuk menggerakkan kedaulatan pangan sebagai gerakan utama secara bersama. Mereka membentuk kelompok Kedaulatan Pangan dan Jhon lagi-lagi ditunjuk sebagai Ketua.
Jhontoni saat bekerja bersama Kelompok Kedaultan Pangan di Komunitasnya
Kembali dan mengurus kampung dipahami Jhon dengan berbagai cara. Itu yang sering ia katakan dalam berbagai kesempatan kepada sesama pemuda adat lain di forum-forum seperti seminar ataupun diskusi. Ia memang tidak hanya berteori tetapi langsung mempraktikkannya.
Di kampung, Jhon juga membantu mengadvokasi para Masyarakat Adat. Mulai dari hal kecil tapi penting. Misal, membantu mengurus adminsitrasi kependudukan, menyampaikan aspirasi Masyarakat Adat ke pemerintah di desa, dan lain sebagainya.
Selain kedaultan pangan dan advokasi Masyarakat Adat, masuk dalam ruang pengambilan keputusan dan merebut posisi dalam kepemerintahan, baik di tingkat desa sampai tingkat nasional, menjadi hal penting yang harus dilakukan sebagai bagian dari mengurus kampung. Hal itu pun dipraktikkannya.
Tahun 2018, ia maju dan menjadi Calon Anggota DPRD Toba Samosir periode 2019-2024. Tahun 2019, ia maju sebagai Calon Kepala Desa Lumban Rau Utara. Walapun belum terwujud menjadi anggota legislatif di tingkat kabupaten dan kepala Desa di Lumban Rau Utara, tidak membuatnya patah arang. Ia terus berusaha masuk ke semua lini pengambilan keputusan sebagai utusan politik dari pemuda adat dan Masyarakat Adat.
Terakhir, ia masuk dalam ruang pengambilan keputusan di desa. Ia maju dalam pemilihan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Lumban Rau Utara, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara. Upayanya ini berbuah manis. Ia berhasil masuk dalam struktur dengan menjadi Wakil Ketua BPD.
Menurut Jhon, ia merebut posisi pemerintahan di desa, khususnya BPD, dengan penuh pertarungan, karena ada upaya untuk membatasi keterlibatan pemuda dalam mengurus desa. Baginya, ini harus dilawan.
“Karena menurut saya hal-hal aneh yang dipakai untuk membatasi keterlibatan pemuda dalam mengurus desa sudah saatnya dilawan. Justru pemuda harus dilibatkan secara aktif. Kalau tidak maka pemuda itu sendiri yang harus memaksakan diri untuk terlibat. Sampai saat ini seringkali pemuda tidak dilihat sebagai kekuatan apalagi untuk menyumbangkan pemikiran demi kebaikan desa,” tutur Jhon.
Ditambahkannya, BPD memiliki tugas penting dalam pengawasan penyelenggaran dan pembangunan desa, sehingga menjadi bagian dari BPD adalah kesempatan untuk terlibat mengurus kampung.
“Menjadi BPD adalah satu kesempatan untuk boleh melibatkan diri lebih lagi untuk mengurus kampung ataupun desa. BPD memiliki tugas penting untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Maka pemuda harus merebut tugas tersebut demi kebaikan kampung dan keberpihakan pemerintah untuk kepentingan pemuda adat dan Masyarakat Adat itu sendiri. Pemuda harus merebut tanggung jawab dan kesempatan, mengurus kampung”.
Dalam tulisan ini, Jhon akan bercerita secara langsung, bagaimana proses dari awal sampai ia sukses menjadi bagian dari BPD. Ada banyak kisah sedih di dalamnya. Misalnya, diskriminasi dan upaya untuk membatasi pemuda untuk terlibat karena alasan lajang dan belum menikah. Namun, dari kisahnya ini juga, ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik. Pelajaran tentang semangat, pantang menyerah, dan berjuang melawan diskriminasi menjadi BPD.
Berikut Jhon mengisahkannya:
——
“Awalnya saya tidak tertarik menjadi seorang anggota Badan Permusyawaratan Desa. Karena sepanjang pengamatan saya di desa, tugas atau peran BPD itu sendiri hampir tidak terlihat. Walaupun saya tahu, bahwa tugasnya sangat penting dalam pengawasan pembangunan dan pemerintahan di tingkat desa. Saya juga melihat bahwa selama ini pada umumnya yang menjadi anggota BPD itu seringkali orang-orang tua ‘yang ditokohkan’, dan tentu saja hal seperti itu bukan bagian saya. Saya hanya seorang anak muda di desa yang selalu berupaya untuk terlibat dalam rapat-rapat di desa.
Pada 15 Februari 2021 saat penjaringan anggota BPD berlangsung, saya melihat panitia mensosialisasikan syarat-syarat untuk menjadi seorang anggota BPD. Pada saat yang bersamaan, salah seorang panitia mengatakan bahwa saya tidak bisa jadi anggota BPD, karena disebut anak muda yang belum menikah. Hal itu tentu berbeda dengan persyaratan yang termuat pada kertas yang ditempelkan panitia pada dinding warung kopi tempat kami ngobrol. Salah satu syarat administrasi yang harus dipenuhi menyebutkan: berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah dengan melampirkan foto copy KTP dan KK. Dari persyaratan tersebut berarti saya tentu bisa mencalonkan. Namun, pemerintah desa sebagaimana ditekankan panitia tersebut kesannya ‘dipaksakan’ membatasi atau meniadakan kesempatan untuk para pemuda/i di desa, seperti saya, untuk menjadi anggota BPD. Memang saya belum menikah, tapi umur saya sudah melampaui usia 20 tahun. Sebab peraturan itu mencantumkan kata ‘atau’ yang berarti adalah pilihan salah satunya.
Pada 20 Februari 2021, seperti biasa saya menghadiri undangan pemerintah desa tertanggal 15 Februari 2021 yang ditempelkan di dinding warung kopi tentang Musyawarah Dusun. Musyawarah kali ini dalam rangka pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Saya hadir sebagai peserta yang pertama di tempat yang telah ditentukan mendahului pemerintah desa yang mengundang.
Sebelum musyawarah dimulai, Kepala Desa lebih awal bertanya tentang siapa saja yang bersedia untuk menjadi calon anggota BPD. Sementara yang hadir masih saya dan dua orang lainnya. Menjawab pertanyaan Kepala Desa tersebut, saya mengatakan bahwa yang menjadi calon adalah kami bertiga saja dulu. Kepala desa langsung menjawab kembali, yang menegaskan bahwa saya tidak bisa ikut untuk calon anggota BPD. Lagi-lagi karena persoalan status anak muda yang belum menikah. Saya kemudian mempersoalkan hal itu. Saya mempertanyakan alasan tidak memenuhi syarat sebagaimana disebutkan oleh kepala desa dan sebelumnya oleh Panitia Penjaringan Anggota BPD. Langsung saja saya lihat Kepala Desa bertelepon dengan seseorang meminta penjelasan terkait dengan syarat tentang umur dan status pernikahan. Dari perbincangan yang saya dengar dia bertelepon dengan Sekretaris Camat.
Setelah melewati waktu yang ditentukan dan warga kemudian berdatangan untuk mengikuti musyawarah, diawali oleh Ketua Panitia Penjaringan Calon anggota BPD, musyawarah pun dimulai dengan menjelaskan maksud dan tujuan. Kemudian menjelaskan tentang kriteria calon anggota BPD. Dari yang saya tangkap tak banyak menjelaskan tentang tugas dan tanggung jawab seorang BPD. Oleh karena itu setelah diberikan kesempatan kepada peserta yang hadir, saya menegaskan tentang tugas dan tanggung jawab seorang BPD sebagaimana yang saya ketahui. Selain itu sedikit menyampaikan tentang pengamatan keberadaan BPD sebelumnya di desa, anggota BPD dan Kepala Desa tidak saling membawahi dalam tugas. BPD justru harus mengawasi kinerja kepala desa, dan harus mampu menetapkan peraturan desa secara bersama-sama dengan Kepala Desa. Tak seorang pun yang keberatan dengan hal-hal yang saya sampaikan.
Kemudian dalam musyawarah, beberapa orang langsung mengusulkan nama saya untuk menjadi utusan mereka di BPD. Peserta yang hadir saat itu pun menyetujui secara bersama-sama tanpa seorang pun yang menyampaikan keberatan ataupun pendapat lain. Salah seorang dari warga yang juga merupakan anggota BPD aktif menegaskan kembali tentang status pernikahan tidak menjadi masalah. Kali ini Kepala Desa menjawabnya bahwa hal tersebut tidak masalah dan bisa mencalonkan diri sebagai anggota BPD.
Setelah proses pemilihan di masing-masing dusun selesai dilakukan, Pemerintah Desa kemudian mengundang anggota BPD terpilih untuk melengkapi berkas-berkas yang diperlukan. Pada saat pertemuan, panitia menjelaskan hal-hal yang perlu dilengkapi dengan batas waktu yang ditentukan. Pertemuan yang dilakukan di Kantor Desa dihadiri Panitia Penjaringan Anggota BPD, Anggota BPD aktif dan Sekretaris Desa. Sementara Kepala Desa mengikuti pertemuan di tempat berbeda dengan Pemerintah Kabupaten.
Sekretaris desa menyampaikan ada pesan dari Kepala Desa agar berkordinasi dengan saya terkait dengan status pernikahan yang selama ini dipersoalkan. Melaui pesan WhatsApp yang dibacakan dan ditunjukkan, bahwa Kepala desa sedang bersama dengan Dinas PMD dan membicarakan hal tersebut, lagi-lagi mengatakan bahwa saya tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota BPD karena belum menikah. Tetap saja saya membantah dan menyarankan agar Kepala Desa dan Panitia membaca persyaratan dengan baik agar tidak salah menerjemahkan. Tetapi Kepala Desa dan Panitia tetap bersikukuh bahwa saya tidak memenuhi syarat karena belum menikah. Hal itu ditegaskan lagi oleh Kepala Desa. Saya dipanggil untuk membicarakan hal itu secara khusus. Saya disarankan agar memilih pengganti saya sendiri yang berasal dari keluarga untuk jadi anggota BPD. Saya tetap saja menolak. Saya membantah. Proses musyawah dusun sudah selesai, harusnya itu ditindaklanjuti untuk melengkapi berkas. Selain itu musyawarah dusun sebagai pengambil keputusan harusnya juga dihormati sebagaimana telah membuat hasil terpilihnya saya secara musyawarah mufakat. Sesungguhnya saya ‘ngotot’ mempertahankan pandangan, karena menurut saya, jelas saja kepala desa dan panitia tidak menginginkan generasi muda atau lajang menjadi bagian dari BPD. Hal ini menurut saya justru melecehkan anak-anak muda yang ingin memberikan kontribusi terhadap pembangunan negara ini khususnya di desa.
Salah seorang panitia yang juga merupakan Perangkat Desa kembali menelepon saya mengatakan hal yang sama, bahwa seorang lajang tidak boleh menjadi anggota BPD. Bosan dengan hal itu, saya meminta agar dikirimkan saja semacam sms, pesan whatsapp atau surat agar saya tindak lanjuti kepada siapa yang mengatakan hal itu. Kemudian saya menerima pesan whatsaapp yang intinya bahwa ada seseorang dari DPMD-PA yang mengatakan bahwa “calon BPD tidak bisa lajang sesuai Perbup 3 Romawi 4”. Saya pun mempertanyakan hal itu kepada yang bersangkutan. Akan tetapi tidak mendapat jawaban yang jelas. Sehingga melalui seorang teman wartawan, saya dibantu untuk mempertanyakan hal itu kepada Kepala Dinas PMD. Yang pada intinya Kepala Dinas mengatakan bahwa walaupun lajang kalau sudah melampui umur 20 tahun berhak menjadi anggota BPD”.
——
Walaupun telah terpilih sebagai anggota BPD, dalam proses Pemilihan Ketua BPD, Jhon tetap dijegal dengan alasan yang sama, masih muda. Jhon menuturkan bahwa Kepala Desa dan Panitia sulit menerima penjelasan darinya. Selain itu, melawan cara berpikir kolot seperti seorang yang masih lajang dan masih muda tidak layak menjadi pengurus desa, menjadi tantangan terbesar baginya.
“Tantangan terbesar adalah sulitnya kepala desa dan panitia menerima penjelasan dari saya sebagai pemuda terkait dengan persyaratan menjadi seorang anggota BPD. Kemudian melawan suatu cara berpikir yang kolot, yang membangun cara berpikir bahwa seorang lajang tidak layak menjadi pemimpin atau pengurus di desa seperti jadi seorang BPD. Sama halnya juga saat pemilihan ketua, alasan anggota BPD yang lain tidak memilih saya menjadi ketua adalah karena masih muda,” ungkap Jhon.
Kritik terhadap upaya dan pemahaman yang seperti ini menjadi masalah yang perlu dipecahkan dan dibongkar. Dalam visinya sebagai Calon Ketua BPD, Jhon mengusung gagasan bahwa pemuda mengurus kampung. Pemuda tidak boleh dipinggirkan dalam urusan desa dan urusan pemerintahan.
“Visi pemuda mengurus kampung untuk memastikan pembangunan desa transparan dan partisipatif. Tua dan muda, laki dan perempuan bersama-sama mengurus desa. Pemuda tidak boleh dibelakangkan dalam urusan desa, urusan pemerintahan. Pemuda harus mengawasi penggunaan uang miliaran rupiah yang dikucurkan setiap tahunnya ke desa”.
Belajar dari pengalamannya, Jhon mengajak semua pemuda-pemudi adat untuk terlibat dan merebut ruang pengambilan keputusan mulai dari tingkat desa. Ia juga meilhat bahwa suara pemuda masih jarang terdengar di pertemuan-pertemuan desa dan bahkan sering dipandang sebelah mata.
“Harus terlibat karena suara pemuda masih jarang terdengar di pertemuan-pertemuan di desa. Seringkali pemuda masih dilihat sebelah mata, sementara pada zaman saat ini pemuda lebih cepat beradaptasi dengan berbagai situasi, khususnya dalam penggunaan berbagai alat-alat yang dapat mengakses berbagai hal yang jauh dari desa. Pemuda tidak boleh dipandang rendah dalam urusan bernegara demikian juga dalam pengambilan keputusan pemuda harus dilibatkan karena masa yang akan datang adalah milik para generasi muda,” ucap Jhon.
Jhontoni saat berfoto bersama Wakil Bupati Toba Samosir di acara pelantikan BPD.
Setelah melalui proses perjuangan panjang, Jhontoni Tarihoran kemudian dilantik sebagai Wakil Ketua BPD pada hari Rabu, 23 Juni 2021 yang lalu berdasarkan Keputusan Bupati Toba yang dikeluarkan pada tanggal 31 Mei 2021.
Usai dilantik, ucapan selamat pun banyak berdatangan. Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), Jakob Siriongoringo, turut memberikan ucapan yang dimuat di media sosial BPAN seperti Halaman Facebook (fanpage), Instagram dan Twitter.
“Selamat atas dilantiknya Jhontoni Tarihoran (DePAN Sumatera), sebagai Wakil Ketua BPD Lumban Rau Utara, Kec. Nassau, Kab. Toba, Sumut. Pemuda Adat bangkit bersatu bergerak mengurus kampung, mengurus wilayah adat. Rebut, jaga, urus dan awasi. Pemuda Adat harus terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang berdampak terhadap Masyarakat Adat dalam semua tingkatan. Semoga amanah, Tuhan menyertai dan leluhur merestui. Horas, Horas, Horas!”
Kini Jhontoni sedang sibuk berjuang bersama Masyarakat Adat dan masyarakat sipil di Sumatera Utara dalam gerakan #TutupTPL. Ia aktif terlibat dan terus mengajak banyak orang untuk bersama-sama agar PT. Toba Pulp Lestari (TPL) ditutup selama-lamanya.
Bogor (29/4/2021) – Ketua Umum BPAN, Jakob Siringoringo, mengutuk tindakan sewenang-wenang PT Arara Abadi yang mengkiriminalisasi Masyarakat Adat Sakai dan menghancurkan tanaman-tanaman muda mereka yang sudah panen dan sedang ditanam sebagai sumber kebutuhan pangan terutama selama pandemi Covid-19.
Masyarakat Adat Sakai yang sedang berjuang hidup di atas tanah leluhurnya dan membuktikan diri bisa bertahan dimasa sulit pandemi Covid-19, justru dikriminalisasi di atas wilayah adatnya sendiri.
Menurut kami, tindakan sepihak ini tidak manusiawi dan jauh dari perikeadilan. Kami mengutuk tindakan brutal PT Arara Abadi. Masyarakat Adat Sakai sudah hidup ratusan tahun secara turun-temurun di atas wilayah adat mereka, maka PT. Arari Abadi tidak memiliki hak untuk mengelola dan menanam tanaman ecalyptus tanpa izin masyarakat.
Oleh karena itu, Ketua Umum BPAN menyerukan:
Hentikan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat Sakai.
Tarik karyawan, Security dan Brimob yang melakukan kekerasan, diskriminasi terhadap Masyarakat Adat Sakai.
Berikan ganti rugi atas pengrusakan tanaman Masyarakat Adat Sakai dan segera pergi dari wilayah adat Sakai.
Presiden Joko Widodo hentikan perizinan yang merampas di atas wilayah-wilayah adat.
Presiden Joko Widodo dan DPR RI segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
Masyarakat Adat bukan tumbal dari pembangunan untuk memulihkan krisis ekonomi. Masyarakat adat berdaulat di atas tanah adat sendiri, dan mampu menunjukan kedaulatan pangan tanpa bergantung kepada perusahaan dan oligarki.
“Dibentuknya BPAN di Kabupaten Kampar diharapkan ke depannya bisa bersinergi dalam membenahi persoalan-persoalan yang sudah terlanjur terjadi di masing-masing wilayah adat di kabupaten Kampar. Gerakan pulang kampung merupakan gerakan yang perlu dilakukan, sebab kelestarian budaya dan ketahanan pangan Masyarakat Adat tergantung kepada peran pemuda adat yang sudah memiliki SDM yang kuat sehingga SDA yang ada bisa terkelola dengan baik,” ucap Datuk Suparmantono.
Ia begitu bersemangat. Suaranya pun masih lantang. Di dalam kalimat-kalimat yang terucap di mulutnya, tersimpan optimisme bagi masa Masyarakat Adat di Kampar. Ia meletakan harapan-harapannya itu di pundak generasi muda adat yang mendengarnya bicara. Gerakan Pulang Kampung menjadi hal yang mesti dilakukan para pemuda-pemudi adat Kampar.
Datuk Suparmantono adalah salah satu tetua adat yang hadir pada Pertemuan Daerah (Perda) generasi muda adat di Kabupaten Kampar, 12-14 Februari 2021. Kegiatan ini dilaksanakan di kawasan Rimbang Baling yaitu di Kenegerian Batu Sanggan, Riau.
“Selama ini yang mengakibatkan terjadinya pelepasan wilayah adat ke pihak luar dikarenakan status kedaulatan ekonomi Masyarakat Adat yang lemah, sehingga ketika dihadapkan dengan situasi di mana kebutuhan ekonomi ada yang mencukupi, maka pelepasan tanah adat yang menjadi pilihan utama. Sementara para pemuda yang seharusnya memberikan pemikiran jangka panjang kepada para tetua sibuk di luar kampung dengan gaya hidup baru mereka, namun ketika pulang kampung, ternyata tanah adat sudah diambil alih oleh pihak luar,” tuturnya.
Kegiatan perda ini diikuti oleh 22 orang pemuda dan pemudi adat dari berbagai komunitas adat di Kampar. Komunitas adat tersebut yaitu Komunitas Kenegerian Batu Sanggan, Komunitas Kenegerian Tanjung Belit, Komunitas Kenegerian Aur Kuning, Komunitas Kenegerian Kuok, Komunitas Kenegerian Rumbio, Komunitas Kenegerian Lipat Kain, dan Komunitas Kenegerian Air Tiris. Hadir pula para tetua adat dan Pengurus Daerah (PD) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kampar.
Para pemuda/i adat Kampar membacakan Janji Pemuda Adat
“Dalam rangka membangkitkan semangat pemuda adat daerah Kampar untuk mengurus wilayah adat serta mendiskusikan kondisi perjuangan Masyarakat Adat Kampar, khususnya keterlibatan pemuda-pemudi adat di dalamnya. Berkaca kepada beberapa persoalan di atas maka kami merasa perlu membentuk BPAN di Kampar sebagai wadah menyatukan pikiran dan rasa senasib sepenanggungan bagi pemuda adat di Kampar yang sudah mulai terpecah disebabkan pola pikir yang sudah tergerus oleh konsep kekinian sehingga rasa memiliki kampung sudah mulai ditinggalkan,” terang Himyul Wahyudi selaku Ketua BPH AMAN Daerah Kampar.
Perda ini dilaksanakan dalam bentuk kemah adat selama 3 hari. Di dalamnya para pemuda-pemudi adat menerima materi-materi penting terkait Gerakan Masyarakat Adat. Kegiatan juga diisi dengan diskusi dan tanya jawab bersama para tetua adat.
Puncak kegiatan diisi dengan pembentukan dan deklarasi Pengurus Daerah BPAN Kampar. Acara ini dilaksanakan dihari terakhir kegiatan. Sebelum deklarasi para generasi muda adat Kampar bermusyawarah. Mereka kemudian membahas kepengurusan pertama BPAN Daerah Kampar. Hasil musyawarah memutuskan Azhari sebagai Ketua, Hermansah sebagai Sekretaris, dan Anisa Pauzana sebagai Bendahara. Ketiga pemuda-pemudi adat ini, dipercayakan untuk menggerakkan roda organisasi di Kampar.
“BPAN harus membentuk banyak pengurus di daerah supaya komunitas-komunitas adat dapat terorganisir dengan baik dan dengan adanya BPAN di daerah dapat menjadi wadah berkumpulnya para pemuda-pemudi adat bisa bersinergi dalam membangun kampung agar lebih baik lagi,” ucap Azhari.
Azhari dikukuhkan sebagai Ketua pertama BPAN Daerah Kampar bersama para anggota dan kepengurusan yang telah dibentuk. Mereka mendeklarasikan diri menjadi bagian dari perjuangan pemuda-pemudi adat Nusantara yang tergabung di BPAN. Di Kampar, kembali BPAN begerak.
Seperti harapan para tetua adatnya, BPAN Daerah Kampar dibentuk demi mewujudnya visi Generasi Muda Adat Bangkit Bersatu Bergerak Mengurus Wilayah Adat sebagai jalan para pemuda-pemudi adat memperkuat dan menjaga wilayah adat.
bpan.aman.or.id – Di tengah ancaman krisis pangan, Pemuda Adat Talang Mamak Simarantihan sedang sibuk mengelola wilayah adat untuk memastikan kedaulatan pangan mereka tetap terjaga. Mereka menanam sayuran hingga umbi-umbian. Hasilnya sebagian dibagikan kepada warga kampung dan sebagian lainnya mereka jual ke pasar.
Dari penghasilan tersebut, mereka berhasil memasok kebutuhan pangan kampung sekaligus menciptakan kemandirian Pemuda Adat Talang Mamak Simarantihan.
Kangkung hasil panen pemudi/a adat Simarantihan
Gerakan kedaulatan pangan yang digalakkan pemudi/a adat ini tidak terlepas dari dukungan penuh para Batin atau tetua adat. Para Batin memandatkan mereka untuk mengelola 1 hektar wilayah adat secara kolektif. Ada 10 Pemuda Adat yang mengelola ladang dengan beragam ide dan kreatifitas masing-masing. Salah satunya Iqbal.
Selain mengelola ladang, mereka juga membuat pondok sebagai tempat mereka melepas penat, bersenda gurau sekaligus sebagai tempat mereka berbual-bual (berdiskusi).
Sedang panen
“Talang artinya ladang, Mamak artinya Ibu. Sejak dulu para tetua kami sudah berkebun. Tradisi itu yang kami rawat hingga saat ini. Mau covid ataupun tidak covid kami tetap berkebun,” ungkap Iqbal, Pemuda Adat Simarantihan, Desa Suo-Suo, Tebo, Jambi, Sabtu (12/9/2020)
Iqbal dengan riang berkebun bersama teman-temannya. Baginya, mengelola wilayah adat adalah ruang belajar yang menyenangkan. Ia dapat memahami sejarah leluhurnya hingga dapat menjadi sumber pendapatan ekonomi sehari-hari.
“Saya bisa belajar sekaligus mencari uang dengan berkebun. Wilayah adat adalah lapangan pekerjaan saya,” tambah Iqbal.
Pemuda adat sedang panen kangkung di tengah tanaman lainnya
Pemuda Adat Talang Mamak Simarantihan membuktikan bahwa wilayah adat sebagai sentra produksi dan lumbung pangan mampu menyelamatkan warga Masyarakat Adat dari ancaman krisis pangan di tengah pandemi Covid-19 bahkan menyelamatkan bangsa dan negara. Masyarakat Adat tidak hanya memiliki kemampuan untuk memenuhi pangannya secara mandiri, tetapi mampu berbagi dengan komunitas-komunitas lain, bahkan ke kota-kota.
Sebelumnya, Wilayah Adat mereka terus dirampas oleh perusahaan sawit berskala besar. Apalagi hingga saat ini tak kunjung hadir peraturan daerah (perda) yang mengakui dan melindungi hak Masyarakat Adat Talang Mamak Simarantihan. Kondisi itu membuat perekonomian tak stabil, wilayah adat tempat mereka menggantungkan kehidupan dirampas secara sepihak oleh perusahaan.
Ladang yang baru dibersihkan
Hal tersebut berimplikasi terhadap banyak hal; selain dampak ekonomi, sebanyak 57 Pemuda Adat Talang Mamak Simarantihan berprofesi sebagai petani sawit karena kehilangan wilayah adatnya dan ada pula yang masih menganggur. Sebagian dari mereka memilih untuk meninggalkan kampung untuk memperbaiki taraf hidup di kota-kota besar.
Namun kini, gerakan kedaulatan pangan selain dapat memperkuat resiliensi kampung di tengah pandemi, juga dapat menjadi media konsolidasi untuk ‘memanggil kembali’ Pemuda Adat untuk pulang kampung mengurus dan mengelola wilayah adat serta dapat membuka lapangan pekerjaan bagi Pemuda Adat tanpa bergantung dengan kehadiran perusahaan.