oleh Angriawan dan Yosi Narti
Masyarakat Adat Punan Dulau memiliki hubungan yang sangat erat dengan wilayah adatnya, termasuk hutan adat. Wilayah adat adalah bagian yang tak bisa dipisahkan ketika berbicara tentang kelangsungan hidup masyarakat adat.
Masyarakat adat mengelola wilayah adat melalui berbagai praktek baik yang terintegrasi dengan sistem kepercayaan mereka terhadap roh dan leluhur. Misalnya saja, ketika membuka lahan di hutan untuk bercocok tanam, mereka melakukan upacara ritual adat terlebih dulu yang secara turun temurun telah diwariskan kepada generasi mereka. Yang dilakukan pertama, adalah mereka mengambil sebuah tanaman kencur untuk disembur ke atas yang dipercaya dapat memanggil roh-roh leluhur yang sudah lama mati agar menyampaikan kepada Tuhan bahwa mereka hendak bercocok tanam. Setelah beberapa hari melakukan penyemburan kencur, barulah datang beberapa burung, seperti beberapa jenis yang mereka kenal dengan bahasa mereka, yaitu bukong, tekalih, dan sagap. Melalui bunyi burung-burung tersebut, mereka memahami ada kode yang diberikan. Suara burung dari kiri itu pertanda buruk, sehingga masyarakat tidak akan melakukan aktivitas bercocok tanam.
Selain melestarikan tata kelola untuk kelestarian pangan (sumber penghidupan) dan kelangsungan ritual tradisi dan budaya, Masyarakat Adat Punan Dulau juga memiliki pengetahuan asli terhadap obat-obatan herbal dan tradisional yang terdapat di hutan adat. Dengan keterbatasan akses dan layanan kesehatan modern, maka selama ini, cara-cara dan pemahaman itulah yang menyelamatkan masyarakat adat ketika penyakit datang.
Obat-obatan yang dikenal oleh masyarakat adat di Desa Punan Dulau, antara lain:
- Palan sa’ay digunakan untuk sakit gigi dengan cara batang dari pohon palan sa’ay dimasukkan ke dalam gigi yang sakit.
- Pemuncu digunakan untuk melancarkan buang air dengan cara batang dan daunnya direbus, lalu air rebusan tersebut diminum.
- Tiawo digunakan untuk maag dengan cara batang dan daunnya direbus, lalu air rebusan tersebut diminum.
- Pedalan digunakan untuk rematik/sakit-sakit tulang dengan cara isinya diparut dan diperas, lalu air perasannya diminum.
- Kerutut digunakan untuk demam dengan cara batangnya dibakar sampai menjadi arang, setelah itu ditumbuk halus dan dicampur air untuk diminumkan kepada yang sakit.
- Kulit pohon ketimang digunakan untuk luka dalam dan luka luar, contoh luka dalam adalah pada perempuan yang baru melahirkan, sedangkan luka luar adalah luka terkena parang.
- Pohon tabar digunakan untuk obat dalam tubuh, seperti sakit berak darah dengan cara dipotong kecil, lalu dimasukan ke dalam ceret untuk direbus dan diminumkan setelah dingin (air tidak panas).
- Pohon oka gula digunakan untuk sakit buang-buang air dengan cara batang pohon dibakar, lalu buat halus untuk kemudian diminumkan.
Masyarakat Adat Suku Dayak Punan yang hidupnya bergantung pada kelestarian hutan dan memiliki prinsip “lunag telang otah ine” yang artinya “hutan adalah air susu ibu.” Hutan yang merawat, memelihara, dan membesarkan mereka. Hutan menyediakan tumbuhan obat-obatan, bahan pakaian, lauk pauk, dan bahan makanan lainnya. Mereka selalu menggantungkan hidupnya dari hasil hutan dan kekayaan alam. Jika tidak ada hutan, maka Orang Punan tidak akan bisa hidup.