Ende, 07 Mei 2016 – Barisan Pemuda Adat Nusantara Wilayah Nusa Bunga menyelenggarakan Sarasehan untuk mendorong kekritisan pemuda-pemuda adat dalam merespon dan menjaga warisan leluhur yang saat ini perlahan pudar. Tema yang diangkat dalam sarasehan ini adalah “Menata kekuatan kaum muda untuk mendorong terwujudnya pengakuan, perlindungan dan penghormatan terhadap masyarakat adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat” dengan narasumber Pater Steph Tupeng Witin, SVD Pimpinan Redaksi Flores Pos dan Ketua Umum BPAN Jhontoni Tarihoran.
Sarasehan sehari ini diselenggarakan di Jalan Durian Ende pada Sabtu kemaren. Sarasehan ini menjadi media dalam membangun cara berpikir kaum muda dalam mengembangkan organisasi pemuda adat untuk mempertahankan wilayah adatnya.
Dalam Sarasehan tersebut kedua narasumber lebih menyoroti terhadap peran kaum muda dalam mempertahankan hak masyarakat adat dan juga nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun. Di sisi lain narasumber juga menyoroti terkait dengan korelasi antara perjuangan nilai serta Rancangan UU dan Perda Masyarakat Adat.
“Saat ini masyarakat adat memperjuangkan dan mendesak para pemangku kebijakan untuk menetapkan aturan negara terkait masyarakat adat. Sebab di dalam aturan itu telah termuat sejumlah nilai yang sejak dahulu masyarakat adat pertahankan. Nilai yang terkandung di dalam masyarakat adat adalah nilai yang membuat kita tidak akan lupa identitas kita. Kita akan mengetahui dari mana kita berasal. Jika saat ini penyusunan produk hukum tersebut tersendat oleh orang-orang yang lupa pada identitas dirinya maka masyarakat adat harus siap dalam menghadapi situasi itu,” kata Pater Steph.
Pemuda hari ini mesti lebih mengenal kampungnya dan harus kembali ke asal usulnya. Sebab di sanalah kita akan menemukan identitas dengan nilai-nilai yang baik yang diajarkan sejak leluhur.
Menurut Pater, masyarakat adat dan pemuda adat harus terus memperjuangkan nilai itu karena itu adalah kebenaran. Kebenaran itu hanya ada di masyarakat adat. Semua pengetahuan apa pun ada di masyarakat adat. Pemuda saat ini harus lebih mempertahankan keutamaan.
Kenyataannya saat ini pemuda adat semakin jauh dari kampung. Realita ini terlihat ketika pendidikan seseorang semakin tinggi maka ia akan semakin jauh dari kampungnya. Ia lupa pulang. Ini disebabkan oleh kita yang memakai pendidikan warisan penjajah. Karena itu, pendidikan kita mesti diterapkan sesuai dengan wilayah adat dan budaya yang telah diajarkan oleh leluhur kepada kita.
“Pendidikan harus lebih menyawab kebutuhan hidup di kampung atau komunitas kita,” kata Jhontoni.
Perlu diketahui, masyarakat adat mempunyai sistem pendidikan yang lebih mengenal sesama manusia, alam dan seluruh unsur yang ada di dalam komunitas tersebut. Ketika hari ini kaum muda khususnya pemuda adat jauh dari kampungnya sendiri maka semua yang ada di komunitas perlahan-lahan akan hilang sebab kita tidak mendokumentasikannya.
“Pasca mendeklarasikan pemuda adat ini, maka kita harus melakukan pendokumentasikan seluruh warisan leluhur. Kita harus kembali turun ke kampung-kampung mendiskusikan bersama tetua-tetua kita agar nilai yang diwariskan terus eksis sampai ribuan tahun yang akan datang,” tambah Jhontoni yang akrab disapa Jhon.
Salah seorang peserta diskusi menannyakan, “Bagaimana Pemuda adat Nusa Bunga dalam menghadapi penjajahan gaya baru atau yang disebut dengan sistem kapitalisme?”
Menanggapi pertanyaan tersebut Jhon menerangkan bahwa Pemuda harus mulai dengan menelusuri jejak leluhur dan mendokumentasikan seluruh warisan leluhur. Dengan melakukan cara itu kita akan memastikan di mana identitas yang harus dipertahankan. Pastikan wilayah-wilayah adat dan seluruh hukum yang ada di masyarakat adat. Itulah salah satu cara untuk melawan sistem itu dan mulailah kita kembali ke kampung.
Sarasehan tersebut diakiri dengan seremonial Deklarasi Pemuda Adat Nusantara Wilayah Nusa Bunga.