M. Nur Jaf’ar Bebas
BPAN – Kamis 14 April 2016, M. Nur Ja’far keluar dari Rumah Tahanan Negara Klas I Palembang tepat pukul 10.30 Wib. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Sumatera Selatan setengah berlari dan mengulurkan tangan kala menyambut terbebasnya tokoh adat ini.
Para pemuda adat telah tiba jauh sebelum jam ketentuan bebasnya M. Nur. Animo mereka menyambut tetua adat itu begitu tinggi. Antusiasme dan semangat bertemu kembali dengan pemimpin adat tersebut tercermin dari cara mereka berpakaian. Kaos hitam yang mereka kenakan memang terlihat biasa. Yang tak biasa adalah pesan yang melekat pada kaos. Terlihat foto Nur Ja’far dan di bagian bawah foto tertulis “Penghianat itu tidak bisa diterima kemanusiaannya”. Tulisan dalam kaos tersebut adalah ungkapan kekesalan M. Nur. Ja’far terhadap keadilan di negeri ini yang menghianati Masyarakat Adat.
Malam sebelumnya, Yusri Arafat anggota BPAN Sumsel menerima kabar pembebasan orangtuanya. “Memang banyak yang bertanya, cuma baru tadi malam tau kepastian informasi bahwa memang (Kamis-red) pagi keluar,” ujar Yusri saat dihubungi via telepon (14/4).
Anggie Setiawan Ketua BPAN Sumsel membenarkan informasi terkait bebasnya pejuang adat itu. “Tadi kita sambut di lembaga permasyarakatan jam 10.30 dan langsung ke Musi Banyuasin karena sudah ditunggu oleh keluarga. Kita menyambutnya sebagai pejuang Masyarakat Adat yang patut diteladani khususnya oleh pemuda,” katanya.
Saat dihubungi melalui telepon dalam perjalanan dari Rutan Palembang menuju Banyuasin kediamannya, Nur Ja’far mengatakan bahwa kebebasannya adalah bebas bersyarat. “Baru disuruh keluar untuk cek udara, sudah lama udara ini ditinggalkan, ini baru mau ke rumah sudah hampir dua tahun tidak lihat. Saya jam 09.00 Wib tadi keluar, keluar bersyarat, bebas bersyarat walau sebenarnya mesti empat bulan lagi,” jawabnya.
Baca juga: Abdon Nababan: Presiden Harus Bebaskan dan Lakukan Pemulihan Nama Baik Masyarakat Adat
Sejak ditangkap pada 11 Juni 2014 dan dijatuhi hukuman akibat dituduh merambah dan menduduki kawasan hutan Suaka Margasatwa Dangku Kabupaten Musi Banyuasin, semangat Nur Ja’far masih terus membara dan perjuangannya tidak pernah surut.
Saat Jhontoni Tarihoran Ketua Umum BPAN menemuinya di Rutan Klas I Palembang medio Februari lalu, Pak Nur bercerita tentang kesehariannya di penjara.
Ia bercerita bahwa penjara juga memberikan banyak pengalaman hidup. Penjara, menurutnya, merupakan salah satu representasi dari ketidakadilan yang masih terus terjadi di negara hukum bernama Indonesia. Semua orang pasti akan bela bahwa Indonesia negara hukum, meskipun hukumnya masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
“Di penjara ini banyak pengalaman sebagai bumbu-bumbu kehidupan yang sebelumnya tidak pernah kita alami. Sadari siapa kita dan kondisi kita seperti apa, hukum yang tidak adil bertentangan dengan konstitusi itulah hutang mereka (negara-red) ke kita. Pemuda pun harus terus bersemangat karena tujuan kita baik yaitu kepentingan orang tertindas. Janji itu sampai mati harus kita tuntut, sama dengan penghianat”.
Selain sebagai penghuni penjara yang lebih tua, Pak Nur juga menjadi tamping sehingga tahanan lain pun sangat menghormati dan memanggilnya Abah. Sebagai tamping beliau bertugas membantu pekerjaan petugas di dalam penjara khususnya untuk pengajian. Hal tersebut membuatnya semakin dihormati apalagi dia ditahan bukan karena suatu kejahatan kepada siapa pun, melainkan dituduh melanggar hukum karena menduduki tanah adatnya sendiri.
Lelaki berusia 76 tahun itu menegaskan, sekali lagi, bahwa “Penghianat itu tidak bisa diterima kemanusiannya”.