Jakarta (02/11/2016) – Masyarakat Adat di Indonesia belum sepenuhnya dihormati dan diakui sebagai warga negara yang punya hak dan kewajiban. Sebagai contoh apa yang dialami oleh Masyarakat Adat Bakalewang ketika hendak mengadakan acara tradisi nasi bambu di wilayah adatnya di Jati Timung, Dusun Kayu Madu, Desa Labuhan Badas, Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa Besar, 6 Agustus silam.
Ketika itu aparat TNI melarang semua warga untuk melanjutkan tradisi nasi bambu. Juru bicara aparat gabungan dan Kodim 1607 Sumbawa berpesan kepada warga agar upacara membakar bambu tersebut segera dihentikan. ”Acara ini tidak boleh dilanjutkan, karena nanti hutan bisa terbakar. Sebaiknya semua bahan-bahan ini dimasak di rumah masing-masing atau di kampungnya saja,” kata salah seorang aparat TNI.
Kemudian aparat gabungan itu mengangkut semua bahan dan peralatan upacara nasi bambu dengan mobil patroli, lalu dibawa pulang ke kampung Masyarakat Adat Bakalewang. Kemudian aparat TNI meminta tanda tangan warga yang mengikuti acara tersebut.
Selain TNI, hadir pula secara bersamaan pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Habibi dari KPH mempertanyakan hutan adat milik Masyarakat Adat Bakalewang. ”Ini hutan negara dan bukan milik Masyarakat Adat. Mana buktinya kalau hutan ini milik masyarakat adat,” tanya Habibi dengan angkuh.
Ketua Adat Bakalewang Usaman menegaskan bahwa hutan tersebut merupakan hutan milik Masyarakat Adat Bakalewang. Hutan yang mereka warisi turun-temurun dari nenek moyang. “Bapak gak lihat kalau di atas itu bekas ladang warga dan itu ladang mereka, ladang peninggalan orang tuanya semua. Apakah bapak sudah melihatnya sampai ke atas sana?” tanyanya tegas menunjuk petugas KPH.
Aparat Kodim 1607 dan KPH tidak bisa menjawab bantahan Ketua Adat Bakalewang. Selanjutnya aparat TNI dan KPH mengembalikan semua perlengkapan acara Tradisi Nasi Bambu ke lokasi acara yang ditentukan semula. Masyarakat Adat Bakalewang pun meneruskan acara tradisi warisan leluhur Bakalewang tersebut.
Tradisi nasi bambu ialah sebuah tradisi turun-temurun Masyarakat Adat Bakalewang. Tradisi yang diadakan sekali setahun ini merupakan sebentuk ucapan syukur kepada TYME atas hasil panen yang mereka peroleh. Dalam tradisi yang dirayakan bersama ini, Masyarakat Adat Bakalewang melalui tokoh-tokoh adatnya mengadakan ritual untuk meminta restu dari Tuhan dan leluhur.
Awaluddin