Sambutan Sekjen AMAN Pembakar Semangat Peserta KMAN V

Tanjung Gusta, 17 Maret 2017—Selain anggota AMAN, pada saat pembukaan Kongres Masyarakat Adat V (#KMANV) turut hadir perwakilan dari Pemerintah Indonesia Kepala Staf Presiden (KSP) Teten Masduki, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead, Komisi Nasional (KOMNAS) Perempuan, anggota KOMNAS HAM Sandrayati Moniaga, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) H Tengku Erry Nuradi, dan juga pemimpin adat se-Asia.

Dalam sambutan pertama dari Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan mengulas kembali sedikit pengalaman atas perjuangan yang dialaminya selama ini. Seperti saat memperjuangkan tanah adat Rakyat Penunggu Tanjung Gusta yang sekaligus ditempati kongres tersebut.

“Dulunya tanah (wilayah adat rakyat penunggu Tanjung Gusta) ini penuh darah dan air mata, itulah sebab Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke- 5 diadakan di sini agar kita merenungi kembali masa lalu yang kelam,” teriaknya.

Menurutnya, tidak ada yang lebih pandai menjaga wilayah serta melestarikan hutan selain Masyarakat Adat itu sendiri. Ia juga mengingatkan pesan dari pendahulunya yaitu tokoh BPRPI Almarhum Afnawi Nuh bahwa adalah haram bagi masyarakat adat mengakui yang bukan haknya. “Tapi kenyataan sekarang justru banyak orang yang mengaku dirinya masyarakat adat, sekalipun bukan dari masyarakat adat, dan mengakui yang bukan haknya” sambungnya.

Abdon juga menyampaikan bahwa selama ini pesan tersebut telah menjadi panduan gerakan AMAN kemudian diterjemahkan maknanya sehingga tercipta hymne AMAN. Meskipun masyarakat adat selalu melakukan aksi demonstrasi dengan meneriakkan kemerdekaan, bukan berarti melakukan gerakan separatis atau ingin merdeka sendiri. Selama ini masyarakat adat memang belum diterima atau diakui sepenuhnya di negeri ini.

“Hari ini adalah hari kebangkitan masyarakat adat dan semoga tidak ada lagi konfrontasi setelah kongres ini, karena kami masyarakat adat menaruh kepercayaan pada Jokowi. Semoga nawacitanya yaitu mengakui dan melindungi kami dalam bentuk undang-undang segera disahkan,” harapnya dengan penuh semangat dan disusul antusias tepuk tangan para peserta memeriahkan ruangan.

Gubernur Sumatera Utara H Tengku Erry Nuradi pun menegaskan dalam sambutannya  bahwa tanpa masyarakat adat tidak akan mampu mencapai apa yang diimpikan dalam bernegara. Apresiasi dan dukunganya terhadap masyarakat adat disampaikan dengan nada tegas di atas panggung disaksikan oleh ribuan peserta dan para tamu undangan.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan berkomitmen untuk membuatkan akta kepemilikan lahan kepada Masyarakat Adat di Tanjung Gusta. Dan kami akan memulai dari bawah,” janjinya.

Burhanudin

Pemutaran Film Dokumenter dari Berbagai Negara Ikut Ramaikan KMANV

Di sela-sela Kongres Masyarakat Adat Nusantara V (#KMANV) Indonesia Nature Film Society (INFIS), Life Mosaic, dan If Not Us Then Who melakukan pemutaran film dan diskusi terkait kondisi masyarakat adat. Baik masyarakat adat yang ada di Indonesia maupun masyarakat adat di Amerika Latin.

Pada hari Sabtu (18/03) mereka memutar film dokumenter Long Sa’an yang dibuat oleh David Metcalf dan beberapa film yang dibuat oleh lembaga-lembaga adat dari Amerika Latin. Puluhan peserta hadir untuk menyaksikan film-film dokumenter yang diputar. Bertempat di Balai Adat Tanjung Gusta, Deli Serdang, Medan, film pertama menayangkan tentang perjuangan Masyarakat Adat Guna Yala, Panama. Mereka mengelola lahannya secara turun-temurun namun saat ini negara tiba-tiba mengklaim wilayah adatnya lalu memberikan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan. Akibatnya mereka menjadi miskin dan tersingkir dari wilayah adatnya.

Selain itu, film tersebut juga menceritakan solidaritas Masyarakat Adat Guna Yala yang menjaga wilayah adat sebanyak 366 pulau terutama lautnya. Bersatu menjaga kebersihan lautnya dan tidak membiarkan sembarangan kapal untuk masuk. Bagi mereka kapal-kapal asing kadang hanya datang merusak, membuang sampah sembarangan di laut tanpa mempedulikan ekosistem laut yang berkelanjutan.

Film lainnya menceritakan kondisi sosial ekonomi masyarakat adat di Spanyol yang memiliki kearifan lokal menjaga hutan. Tidak menebang pohon besar karena baginya itu adalah sumber air untuk kehidupan. Selain kearifan menjaga hutan, juga memiliki nilai seni yang kuat. Bahkan mereka masih mampu bertahan hidup meskipun mendapat tekanan dan intervensi dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan atas wilayah adatnya.

Setelah pemutaran Film dilakukan diskusi dengan beberapa ketua masyarakat adat Amerika Latin yang hadir. Salah satunya adalah Yoan Pravia dari Honduras menyampaikan maksud kedatangannya ke Medan dalam kegiatan KMANV. Selain untuk bersilaturahmi juga untuk mendiskusikan isu masyarakat adat dunia dengan memutarkan beberapa film-film dokumenter yang mereka buat. Harapannya melalui film ini mereka bisa membangun solidaritas masyarakat adat dunia. Pravia menjelaskan kondisi Masyarakat Adat di komunitasnya yang sama dengan apa yang dialami Masyarakat Adat Indonesia.

“Masyarakat Adat di Indonesia juga mengalami penindasan, itulah yang membuat saya datang pada kongres ini. Karena saya merasa senasib sepenanggungan” ungkapnya pada sesi tanya jawab.

Prabia juga mengulas pengalamanya selama bertahun-tahun memperjuangkan wilayahnya. Disingkirkan dari wilayah adatnya, ditembaki dan bahkan adapula yang dibunuh. “Kami sudah mendapatkan pengakuan atas wilayah adat kami, tapi sayangnya wilayah kami tidak seperti dulu lagi, banyak yang telah hilang tergusur oleh pemerintah” tambahnya.

Film dokumenter Masyarakat Adat Dayak Long Sa’an di Kalimantan Utara menjadi film penutup. Film yang berdurasi selama 60 menit ini menceritakan kehidupan Philius dan suku lainnya di Long Sa’an mulai tahun 1950 hingga 2015.

“Film tersebut sengaja saya putar perdana pada KMANV agar masyarakat adat termotivasi untuk memperjuangkan wilayahnya dan mendokumentasikan segala kearifan lokalnya agar tetap abadi” ungkap David Metcalf.

David yang merupakan fotografer profesional ikut hadir KMANV hanya untuk bisa memutarkan film Long Sa’an yang baru selesai diedit. Rencananya setelah pemutaran perdana di KMANV, film ini akan diputar di Kalimantan Utara di lokasi di mana film tersebut dibuat. Kegiatan pemutaran film dan diskusi degan para pembuat filmya berlangsung hingga pukul 07.00 WIB. Pada saat sesi penutupan David memberikan beberapa foto-foto karyanya selama di Long Sa’an.

Burhanuddin

Women Too Can Lead

March 27, 2017

On Sunday the 19th March, the Fifth Indigenous Peoples Archipelago Congress (KMAN) created a new history in the struggle of the indigenous peoples of the archipelago. Rukka Sombolinggi, an indigenous woman from Tana Toraja, South Sulawesi, was elected as Secretary General of The Indigenous Peoples Alliance of the Archipelago (AMAN) for the period of 2017-2022. Rukka replaced Abdon Nababan, who officiated AMAN as Secretary General for 10 years.

Before the selection process began, the entire indigenous community and membership of AMAN, deliberated in order to propose names of candidates. There were 5 candidates who passed the verification and were willing to become Secretary General of AMAN. They were Rukka Sombolinggi, Mina Setra, Eustobio Renggi, Arifin Monang Saleh and Simpun Sampurna.

During the election process on Sunday evening, each candidate conveyed their visions and missions in front of thousands of indigenous people who were present at the congress. Monang was one of the candidate who emphasized strengthening the economic organization. “We must harness the economic potential of indigenous people so that we do not become beggars,” Monang said.

Another candidate, Mina, affirmed the principle of AMAN. “I have a dream like Abdon Nababan, creating indigenous peoples who are able to become economically independent, politically sovereign and culturally dignified,” she said.

Meanwhile, Rukka also explained policies related to indigenous people. “In the future, when the Law on The Protection and Recognition of Indigenous Peoples’ Rights has been ratified, we will fight with our own shadow. Companies will hire some indigenous peoples and oppose us,” she mentioned specifically.

After the candidates presented their visions and missions, they held discussions and deliberated to choose one of them to become Secretary General of AMAN. The result was that the four candidates supported Rukka Sombolinggi as the next secretary general of AMAN. Cheers, applause and shouts of victory to the participants enlivened the electoral process. Various traditions and rituals as a form of gratitude were performed.

“The candidates deliberate and agree to support each other in order to develop and strengthen AMAN to become an organization that counts in the future” Mina said.

In her acceptance speech as Secretary General of the Indigenous Peoples Alliance of the Archipelago (AMAN), Rukka stated that AMAN will be better. “I promise that for the next five years, AMAN will still prevail and AMAN’s flag will remain fluttering,” she said.

Burhanuddin

BARISAN PEMUDA ADAT NUSANTARA

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com

en_USEnglish
en_USEnglish