Peparian: Motor Kedaulatan Pangan Talang Mamak

Sepenggal Cerita dari Panen Padi Masyarakat Adat Anak Talang

Para pemudi adat nampak riang. Di wajah mereka terpancar rasa bahagia. Mereka berdiri di antara padi yang sudah menguning. Tangan mereka, sibuk memetik tangkai-tangkai padi yang berisi.

Begitupula para ibu, para perempuan adat yang bersama mereka. Di tangan mereka ada tuai (alat untuk memanen padi). Mereka sibuk menuai padi, sambil mengajarkan pengetahuan itu kepada para anak perempuan yang ikut panen. Tradisi tranfer pengetahuan ini merupakan khas Masyarakat Adat Talang Mamak. Panen, belajar, dan bergembira, itu yang melekat di diri mereka. Hari itu, Minggu (14/02/2021), kebahagiaan mereka begitu terasa.

Mentari terik pun tak mampu membendung sukacita mereka dalam menikmati berkat, hasil mengolah tanah leluhur Talang Mamak. Mereka menuai padi dengan penuh gembira sambil menaikkan syukur kepada Sang Pencipta.

Sudah dua minggu lebih, sejak awal Ferbuari, Masyarakat Adat Anak Talang, Suku Talang Mamak melaksanakan panen Padi. Tradisi ini dalam bahasa Talang Mamak disebut ‘Menuai’. Tradisi menuai merupakan proses panen padi secara tradisional. Para pemuda dan pemudi adat menjadi orang yang paling berperan di dalam tradisi menuai.

Masyarakat Adat Talang Mamak memang sangat berhubungan erat dengan ladang. Dalam bahasa Talang Mamak, talang berarti ladang.

Menurut Supriadi Tongka, menanam padi merupakan bagian dari sejarah Talang Mamak.

 “Talang artinya ladang. Selain itu, padi juga digunakan untuk ritual adat serta memenuhi kebutuhan pangan orang Talang Mamak. Karena itu, Masyarakat Adat Talang Mamak tidak bisa dipisahkan dari berladang menanam padi”, ungkap pemuda adat Talang Mamak ini.

Supriadi Tongka

Di tengah kesibukannya sewaktu menjabat sebagai Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Indragiri Hulu periode 2016-2019, Supriadi juga sibuk berladang. Usai menyelesaikan tugasnya sebagai Ketua, ia semakin fokus berladang. Ladangnya, ia tanami sekitar 3.000 pohon pisang dari berbagai jenis. Selain itu, ada juga tanaman obat-obatan seperti kunyit, jahe, dan lain sebagainya.

Kini, ia sedang menikmati panen padi di ladang keluarga mereka. Selain anggota keluarga, para pemudi, perempuan adat, dan masyarakat yang berladang di sekitar ladang mereka datang membantu memanen padi. Kerja saling bantu-membantu ini dalam bahasa Talang Mamak disebut Peparian.

“Kata Peparian ini digunakan dalam hal gotong royong, bantu-membantu. Misalnya, hari ini panen di ladang saya. Selesai ladang saya, baru bantu panen di ladang yang lain. Tapi kalo misalnya membuat rumah, hanya satu rumah saja dikerjakan, itu tetap disebut gotong royong bukan peparian,” tutur Supriadi.

Peparian menjadi motor penggerak aktivitas kedaulatan pangan Masyarakat Adat Talang Mamak. Peparian menjadi bagian dari kehidupan Masyarakat Adat Talang Mamak.

Peparian saat Menuai

Di musim panen ini, ladang milik keluarganya merupakan salah satu dari beberapa ladang yang diusahakan oleh Masyarakat Adat Anak Talang. Luas ladang yang digarap oleh satu kepala keluarga kurang lebih setengah hektar. Sementara itu, ada sekitar 15 keluarga yang berladang atau berbanjar (berkelompok) di dekat ladangnya.

Proses menugal (menanam) sampai pemanenan masih dilakukan dengan cara tradisional dan melalui ritual. Ladang biasanya digarap sendiri-sendiri oleh masing-masing keluarga. Tapi, pada waktu tertentu, misalnya saat Menuai, mereka bekerja bersama, Peparian. Proses menugal sampai menuai membutuhkan waktu sekitar 6 bulan.

Padi yang mereka tanam umumnya merupakan padi lokal. Padi ini sudah ditanam secara turun-temurun. Dalam bahasa Talang Mamak nama-nama padi tersebut yakni Padi Gading Godang (besar), Padi Sabak, Padi Anak Jalai, dan padi Alus (kecil).

Dijelaskan Supriadi, tujuan menanam padi, selain memenuhi kebutuhan pokok, juga untuk menjaga tradisi dari leluhur. Padi juga digunakan orang Talang Mamak untuk ritual.

“Hasil dari panen untuk kebutuhan pokok serta untuk ritual setelah panen yang disebut orang Anak Talang ‘membuat ubat ikut taun kepalo taun’,” jelasnya.

Panen menjadi proses yang paling ditunggu setelah melewati berbagai tantangan sejak proses menanam. Di Talang Mamak sendiri, cuaca dan gangguan binatang liar dan hama tanaman menjadi tantangan terbesar dalam berladang. Misal, seperti yang dialami Supriadi.

“Tantangan-tantangan yang kami hadapi antara lain seperti serangga, burung, dan yang paling mengancam adalah tidak menentunya musim kemarau dan penghujan yang berdampak pada hasil panen,” imbuhnya.

Bagi Supriadi dan seluruh Masyarakat Adat yang berladang, tantangan-tantangan seperti itu biasa terjadi. Namun, tidak menuyurutkan niat ataupun semangat mereka untuk berladang karena ladang adalah identitas orang Talang Mamak.

DI tengah pandemi Covid-19, berladang padi menjadi bagian dari upaya kedaulatan pangan Masyarakat Adat Talang Mamak. Menurut Supriadi, dengan berladang menanam padi, kebutuhan pangan mereka dapat teratasi. Selain itu, berladang menjadi usaha untuk mempertahankan tradisi leluhur supaya tidak hilang.

“Ini bagian dari kedaulatan pangan karena dengan berladang dapat membantu kita keluar dari krisis pangan. Apalagi situasi Covid-19 yang melanda dunia ini. Dan yang terpenting kita bisa berdalulat atas pangan tanpa diatur oleh pihak luar”, tutupnya.

Berladang menjadi senjata, menjadi metode Masyarakat Adat Talang Mamak menjaga wilayah adatnya, menjaga identitasnya. Berladang adalah identitas mereka. ‘Talang’ berarti ‘ladang’.

Penulis: Kalfein Wuisan

BPAN Inhu Teruskan Menelusuri Jejak Leluhur

Batang Cenaku – Baru-baru ini (29 Mei), AMAN dan BPAN melakukan kegiatan mengunjungi jejak Leluhur. Kegiatan tersebut bertujuan agar para pemuda adat bisa mengetahui sejarah masing-masing kampung serta mendorong para pemuda adat terlibat dalam penjagaan hutan tetap lestari.

Ketua BPAN Inhu Supriadi mengatakan pemuda-pemudi adat mulai meninggalkan dan melupakan budaya dan tradisi terutama sejarah di masing-masing kampung. Sementara akar pondasi berdirinya sebuah kampung perlu dilandasi sejarah. “Ini memprihatinkan,” ujarnya.

Supriadi menambahkan, BPAN Inhu membuat strategi penyadaran terhadap pemuda pemudi adat dengan berkunjung ke tempat bersejarah. Kunjungan bermanfaat untuk menggali sejarah dengan cara bertanya kepada para batin adat, tetua adat lalu didokumentasikan dan dijadikan buku.

“Nanti kami jilid lalu jadilah buku sebagai bacaan masa depan,” ujarnya.

Ketua AMAN Inhu, Gilung melalui seksi dokumentasi Arwan membenarkan pihaknya tengah solid mengepak sayap organisasinya itu. Menurutnya, kegiatan bersama BPAN dilakukan setiap tanggal 25 dalam tiap bulan.  Di setiap acara tersebut juga selalu hadir para batin adat, para tua tahu, dan pemuda adat di setiap kampung atau komunitas Talang Mamak.

Dalam acara juga disisipkan berbagai kegiatan ekstra, seperti halnya bercerita sejarah leluhur. Para pemuda adat juga dibudayakan menanam pohon di sekitar makam bersejarah dan hutan lindung. “Penanaman pohon itu untuk menjaga tempat tersebut, pokoknya maju terus.”

Di sisi lain, Gilung bangga melihat pemuda adat yang pantang mundur mengurus wilayah adat. Mereka terus bekerja tak kenal lelah untuk menelusuri jejak leluhur. Para pemuda adat Talang Mamak terus bangkit bersatu bergerak mengurus wilayah adat.

“Saya benar benar kagum dengan semangat mereka, ternyata para pemuda adat sudi menjaga dan melindungi tempat-tempat bersejarah yang ada di Talang Mamak,” akunya.

Gilung juga berharap kepada pemuda pemudi adat lainnya agar ikut peduli terhadap tempat bersejarah dan lingkungan sekitarnya, kepedulian terhadap budaya suku Talang Mamak. Tak luput, Gilung tetap menyetarakan rasa perduli wajib dimiliki oleh siapa saja terkait kelestarian alam. “Baik itu Talang Mamak maupun pihak lainnya,” ujarnya mengakhiri.

Arwan Oscar

AMAN Inhu Bahas Perluasan Pemetaan Partisipatif

Rengat – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Indragiri Hulu (Inhu) gelar pertemuan bersama para batin adat, Senin (3/7/2017) di kediaman Seko di Talang Jerinjing. Pertemuan tersebut membicarakan pemetaan wilayah adat. Pasalnya terdapat beberapa kebatinan adat yang belum dipetakan, yakni Kebatinan Talang Jerinjing, Talang Sungai Jirak dan Kebatinan Muke-Muke di kelurahan Pangkalan Kasai.

Menurut Ketua AMAN Inhu Gilung, sebelumnya AMAN telah memetakan wilayah adat di 15 kebatinan adat yang dulu dinamakan pemetaan partisipatif skala luas. Sejatinya tiga kebatinan tersebut telah tergabung di dalam AMAN, akan tetapi terkait wilayah keadatannya belum terpeta secara gamblang. “Jadi, kemaren ada permohonan pengajuan pemetaan kembali untuk ketiga wilayah adat tersebut, ” katanya.

Gilung menyampaikan bahwa maksud dan tujuan pemetaan wilayah adat tersebut sesuai dengan Putusan MK 35/PUU-X/2012. Ia juga menjelaskan tentang apa saja yang telah dilakukan AMAN selama ini bersama masyarakat adat Talang Mamak di Inhu.

Joni Iskandar, pengurus AMAN di biro Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Partisipatif (UKP3) yang juga anggota BPAN Inhu menerakan proses pemetaan, yaitu mulai dari pembuatan sketsa, pengambilan titik, digitasi peta di komputer serta banyak hal lagi yang terkait dengan pemetaan.

Joni mempertanyakan masyarakat sekadar memompa semangat masyarakat, apakah mereka akan serius melakukan pemetaan, karena menurutnya akan banyak menelan pengorbanan. Pengorbanan dimaksud yaitu berkorban secara pikiran, tenaga, biaya dan banyak lagi lainnya.

Pemetaan yang dimaksud, yang wajib melakukannya adalah  masyarakat itu sendiri secara bersama-sama untuk memperoleh imej positif dan baik ke depan. Paling penting lagi, mereka akan lebih tahu secara pasti batas-batas antara wilayahnya masing masing. “Petakanlah wilayah adatmu sebelum dipetakan orang lain,” ujarnya.

Batin Adat, Jamin, menyampaikan terima kasih kepada AMAN atas kedatangannya ke Talang Jerinjing. Ia juga mengajukan permohonan pemetaan wilayah adat dan meminta AMAN memfasilitasinya. Jamin berharap, permohonannya akan dilaksanakan bersama beberapa kebatinan yang mengajukan pemetaan.

“Apa pun persayaratan untuk mengajukan pemetaan akan segera kami lengkapi dan akan direkomendasikan kepada AMAN,” tambah Jamin.

Selain Gilung, terlihat hadir dalam pertemuan tersebut semua penggurus AMAN Inhu, Batin Adat Muke-Muke M. Risal, Batin Adat Talang Jerinjing Jamin, tokoh adat berserta masyarakat adat di desa Talang Jerinjing.

Arwan Oscar

BPAN Talang Mamak, Bergerak Meninggalkan Alasan Tak Produktif

Generasi muda adalah generasi emas yang memiliki sejuta bakat dan kemampuan. Selain kemampuan, terlebih lagi, memiliki semangat yang berkobar sebagaimana darahnya masih berada di fase didihnya. Penduduk di  Indonesia yang 250 juta jiwa itu sebagian besar adalah generasi muda. Bahkan dewasa ini Indonesia mengalami modus demografi.

Indonesia sebagai negara kepulauan, di tengah ketidakjelasan pemimpinnya, beruntung ada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Pemuda dalam masyarakat adat yang tergabung dalam AMAN merupakan satu faktor penting dalam pergerakannya memperoleh perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.

Sebagai masyarakat adat yang memiliki kesamaan dalam perjuangan dan pergerakannya, maka kelompok mudanya juga turut dipersatukan dalam prinsip senasib sepenanggungan. Khusus kaum muda yang memiliki caranya sendiri dalam berekspresi ini kemudian dipersatukan dalam satu wadah yang disebut Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN). Dengan demikian, para pemuda ini menamakan diri sebagai pemuda adat.

Kini pemuda adat yang tergabung dalam wadah BPAN sudah tersebar di tujuh region di Indonesia. Ketujuh region dimaksud antara lain Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Papua. Salah satu yang terdapat di region Sumatera adalah Indragiri Hulu, Riau.

Bertanya dan Belajar Bersama

BPAN Indragiri Hulu atau yang akrab dikenal Talang Mamak dideklarasikan pada 27 Maret 2013. Sejak dideklarasikan, pemuda-pemuda adat Talang Mamak sangat antusias dalam mengurus kampung. Meskipun kerja-kerja mengurus wilayah adat seperti ini sudah jarang dilakukan oleh generasi muda sekarang; dan barangkali ini yang membedakan pemuda adat di Talang Mamak dan pemuda adat di wilayah lain.

Kaum muda kebanyakan lebih suka pergi ke kota. Kaum muda yang dimaksud di sini terutama yang berasal dari kampung atau yang BPAN sebut sebagai pemuda adat. Mereka terbius kehidupan urban yang memang jauh dari kebiasaan di kampungnya. Inilah kecenderungan orang muda dewasa ini sebagai efek dari pemikiran bahwa kesuksesan lebih masuk akal didapat di kota. Sebelumnya bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kehidupan kota lebih menjanjikan daripada kehidupan di kampung. Hal ini ditambah lagi dengan anggapan bahwa masyarakat yang tinggal di kampung dianggap sebagai orang terbelakang, ketinggalan zaman, udik, dan sebagainya.

Kenyataan umum ini berbanding terbalik dengan pemuda adat Talang Mamak. Pemuda adat di Riau ini justru bangga dengan kampungnya. Mereka melangkah perlahan tetapi pasti, memiliki semangat untuk menjaga dan mengurus wilayah adat/kampungnya. Tentu saja satu dua orang ada yang tidak sejalan dengan mereka dengan menganggap bahwa kerja-kerja itu tidak mendatangkan hasil/materi bahkan merugi. Namun, pemuda adat wilayah Talang Mamak yang dari hari ke hari bertambah banyak justru semakin kuat dan berenergi mengurus wilayah adatnya.

Semangat yang luar biasa ini terwujud dari kerja-kerja sehari-hari mereka dalam menggali jejak leluhur. Mereka kini bergegas menggali pengetahuan tradisional yang secara umum berkaitan atau mendukung kehidupan alam dan kemanusiaan. Dengan antusias, para pemuda adat terus menggali sejarah asal-usul, wilayah adat dan segala pengetahuan yang bertautan atau berkelindan satu sama lain dalam kehidupan sosial masyarakat adat Talang Mamak.

Mereka bertanya ke sana kemari, misalnya kepada tetua adat. Selain itu mereka juga melakukan kegiatan bersama, misalnya, berkemah di hutan dan melalui kemah ini diharapkan mereka semakin dekat dengan alam dan leluhur. Karena itu, mereka semakin mendekati wilayah adatnya, adat-istiadatnya atau budayanya dan alamnya yang merupakan asal-usul alias jati dirinya sendiri.

Kerja-kerja ini menjadi bagian dari kesadaran pemuda adat untuk menjaga dan mempertahankan wilayah adat mereka. Hilangnya tanah—sebagaimana terjadi di wilayah lain—yang disebabkan oleh perusahaan dan atau klaim hutan negara oleh negara, membuat kaum muda adat ini semakin menyadari kepemilikan atau kedaulatan atas wilayah adat dan segala isinya.

Selain bertanya mengenai sejarah kampung dan berkemah, mereka juga sudah melakukan penanaman pohon yang melibatkan masyarakat, termasuk anak-anak sekolah. Mereka juga perlahan-lahan melakukan pendokumentasian atas kerja-kerja mereka, misalnya saat menggali sejarah asal-usul. Mereka menuliskannya dan kemudian mengambil foto-foto terkait.

Tak berhenti sampai di situ, perlahan-lahan mereka juga mempelajari seni budaya masyarakat Talang Mamak. Sebagai kaum muda, tentu saja seni budaya, misalnya musik, tari, silat, permainan tradisional dan seterusnya sangat dekat dan cocok. Sebagai pemuda adat yang bangga berbudaya, pemuda adat Talang Mamak sangat senang mengurus wilayah adat. Sebagaimana anak muda, kerja-kerja yang dilakukan pun sangat sederhana, yakni kreatif, attraktif, happy dan fun. 

Dalam kenyataannya, di atas semua itu, pemuda adat Talang Mamak memahami wadah BPAN adalah sebagai sesuatu yang sangat penting dan tepat. Bagi mereka, BPAN adalah wadah bersama dalam menyikapi kesamaan pengalaman dengan pemuda-pemuda adat lain se-nusantara. Inilah kerja-kerja semangat, bahagia dan kreatif yang dilakukan dengan senang hati dan mengalir bagai sungai. Juga didukung oleh para tetua adat yang memahami kegiatan-kegiatan di wilayah adat yang sarat kearifan ini.

Catatan Kecil

Pengalaman singkat dan sederhana dari Talang Mamak ini, betapa pun kecilnya, sangat berharga. Karena itulah sebuah catatan kecil dari daratan tengah Pulau Sumatera ini boleh dijadikan sebagai model atau pemicu bagi wilayah lain. Semangat membara menunjukkan kesungguhan dan keseriusan pemuda adat Talang Mamak. Tidak ada yang istimewa dari satu wilayah ke wilayah lain, namun semangat dan kerja keraslah yang memberikan perbedaan kemajuan dalam perjalanannya.

Di antara BPAN wilayah yang sudah ada di tujuh region, Talang Mamak hanyalah salah satu yang bisa kita lihat bergerak mengurus wilayah adat dengan semangat dan kerja nyata yang tidak diperumit oleh wacana dan pemikiran. Mereka yang berprinsip untuk menyelamatkan wilayah adat dari kemungkinan dihancurkan kebijakan kehutanan atau kapitalis pemangku kepentingan/keuntungan, bangkit dan bergerak tanpa banyak teori maupun alasan. Inilah sikap dan praktik yang muncul dari pemuda adat Talang Mamak. Dengan demikian, pemuda adat sudah selalu siap: bangkit, bersatu dan bergerak. Maju dan berekspresi.

 

 

[Jakob Siringoringo]

BARISAN PEMUDA ADAT NUSANTARA

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com

en_USEnglish
en_USEnglish