PERINGATAN SATU DEKADE DEKLARASI PBB TENTANG HAK-HAK MASYARAKAT ADAT SEDUNIA

Setiap 9 Agustus masyarakat adat di seluruh dunia merayakan International Day of the World’s Indigenous Peoples atau Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia dan telah ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi 49/214 pada 23 Desember 1994. Tanggal 9 Agustus dipilih karena alasan historis, dimana tanggal tersebut merupakan hari pertemuan pertama Kelompok Kerja PBB untuk Masyarakat Adat Sub-Komisi untuk Promosi dan Perlindungan HAM pada 1982.
Tahun ini, perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia lebih istimewa karena bertepatan dengan Peringatan Satu Dekade (10 tahun) Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat yang telah dideklarasikan pada 13 September 2007; 10 tahun yang lalu. Indonesia, telah berpartisipasi aktif dan merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani Deklarasi tersebut.
Posisi Indonesia sebagai salah satu negara penandatangan Deklarasi tidak saja merupakan pernyataan bahwa Indonesia setuju terhadap Deklarasi tersebut tetapi juga berkonsekuensi pada adanya kewajiban hukum dan moral bagi negara untuk menindaklanjuti Deklarasi tersebut ke dalam hukum dan kebijakan nasional.
Setelah 10 tahun Deklarasi tersebut ditandatangani, kita perlu secara jujur menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia masih jauh dari harapan dalam mengimplementasikan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat.
Dengan tidak mengurangi penghargaan atas upaya dan capaian Pemerintah dalam 10 tahun terakhir, kita harus secara terbuka mengakui bahwa Pengakuan dan perlindungan hukum bagi masyarakat adat masih jalan di tempat. Putusan MK 35/2012 masih belum secara serius dijadikan sebagai acuan dari pembentukan hukum dan kebijakan dan program pemerintah. Sampai saat ini, Pemerintah baru mengembalikan 13.000 hektar hutan adat kepada masyarakat adat.
Di sisi pembentukan hukum, RUU Masyarakat Adat juga sampai saat ini belum dibahas. Begitu pula pembentukan hukum di daerah yang lamban. Sementara itu, kriminalisasi terhadap masyarakat adat jalan terus; 14 orang warga masyarakat adat Seko telah dihukum karena memprotes pembangunan PLTA di wilayah adatnya. Begitu pula Trisno, seorang masyarakat adat di Tana Bumbu Kalimantan Selatan dihukum dengan alasan ladangnya merupakan bagian dari kawasan hutan.

Satgas Masyarakat Adat sebagai lembaga trouble shooter terhadap mandegnya agenda-agenda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat saat ini masih belum ditetapkan.
Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden jusuf Kalla pada dasarnya memiliki prasyarat untuk menjadi pemimpin global pada isu pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Pemerintah hanya perlu menjalankan secara konsisten 6 (enam) agenda Nawacita yang berkaitan dengan masyarakat adat, antara lain:
1. Mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang,
2. Meninjau ulang peraturan perundang-undangan terkait masyarakat adat khususnya tentang hak atas sumber agraria,
3. Memastikan proses-proses legislasi terkait pengelolaan tanah dan sumberdaya alam pada umumnya, seperti RUU Pertanahan, dan lain-lain, berjalan sesuai dengan norma-norma pengakuan hak-hak masyarakat adat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam MK 35/201,
4. Menyusun (rancangan) Undang-undang terkait dengan penyelesaian konflik-konflik agraria yang muncul sebagai akibat dari pengingkaran berbagai peraturan perundangundangan sektoral atas hak-hak masyarakat adat selama ini,
5. Membentuk Komisi Independen yang diberi mandat khusus oleh Presiden untuk bekeria secara intens untuk mempersiaphan berbagai kebijakan dan kelembagaan yang akan mengurus hal-hal yang berkaitan dengan urusan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat ke depan, dan
6. Memastikan penerapan UU Desa 6/2014 dapat berialan, khususnya dalam hal mempersiapkan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengoperasionalisasi pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk dapat ditetapkan menjadi desa adat.

Indonesia akan menjadi pemimpin global dalam urusan Masyarakat Adat jika Pemerintah mulai bekerja secara konsisten untuk mencapai enam komitmen Nawacita tersebut di atas.

Terra Livre dan Solidaritas Global

Brasilia, Brazil (27 April 2017) – Saya, Devi Anggraini dan Jhontoni Tarihoran beruntung mewakili AMAN, Perempuan AMAN dan BPAN dalam Acampento Terra Livre (ATL), yakni pertemuan tahunan Masyarakat Adat se-Brazil, yang diadakan selama 1 minggu di Brasilia, di jantung ibukota Brazil. ATL kali ini adalah yang ke-14 kalinya dilaksanakan dan merupakan salah satu yang terbesar, dihadiri oleh 3.300 orang utusan Masyarakat Adat dari lima region besar di Brazil termasuk Amazon. Ribuan anggota komunitas, para tetua, perempuan, generasi muda, anak-anak hingga balita, datang menggunakan bus-bus antar region dan menginap di tenda-tenda yang disiapkan panitia atau yang dibawa sendiri oleh peserta.

Issue penting tahun ini adalah adanya upaya anggota Mahkamah Konstitusi di Brazil (yang juga berfungsi sebagai Mahkamah Agung), untuk melakukan amandemen Konstitusi Brazil, khususnya bagian yang mengakui hak-hak Masyarakat Adat. Di dalam Konstitusi Brazil, ada dua pasal yang secara khusus mengakui hak Masyarakat Adat dan cukup kuat, meskipun implementasinya masih sangat rendah. Mahkamah Konstitusi yang terdiri dari dua Chamber (Kamar), terpecah. Sebagian mendukung amandemen, sebagian tidak. Masyarakat Adat menengarai ini akibat ulah para lobi-lobi dari proyek-proyek pembanguan raksasa di Brazil yang ingin mengambil alih wilayah-wilayah adat untuk bisnis, termasuk dalih sarana publik.

Lihat juga Brazil indigenous protest over land rights turns violent

Selasa kemarin 3-4000 orang (dengan para pendukung termasuk aktivis-aktivis gerakan sosial di Brazil), melakukan aksi demonstrasi di depan gedung parlemen Brazil yang berakibat bentrokan fisik. Polisi menembak gas air mata dan peluru karet, dibalas dengan desingan anak panah dari para warrior Masyarakat Adat. Empat orang sempat ditahan, tetapi kemudian dibebaskan. Dalam aksi tersebut, Masyarakat Adat membawa banyak peti mati dan menaruhnya di depan gedung parlemen sebagai protes terhadap pembunuhan puluhan saudara-saudara mereka dalam setahun terakhir, karena mempertahankan wilayah adatnya. Masyarakat Adat menuntut “demarcação ja!” atau menuntut demarkasi dan pengakuan atas wilayah-wilayah adat.

Kami terlibat dalam beberapa diskusi, mendapat kesempatan memperkenalkan AMAN, PA serta BPAN. Dan mengenalkan “AHOY!” serta “HORAS!”

Beberapa hal menarik yang kami amati misalnya, setiap orang yang hadir, sangat bangga dan percaya diri dengan identitasnya sebagai Masyarakat Adat. Hampir semua mengecat tubuh (bagian dari tradisi) dan mengenakan berbagai ornamen bulu burung serta manik-manik. Wilayah yang cenderung panas membuat hampir tidak ada produk tenunan untuk pakaian, karena nyaris semua tidak berpakaian, namun bangga dengan body painting ciri khas mereka. Adat istiadat; tarian, lagu, musik, bahasa, seni perang, seni rupa mereka, masih sangat kental dan kuat. Adanya pemimpin-pemimpin perempuan yang kuat juga menjadi hal menarik lainnya. Buat saya, itu luar biasa. Di Latin Amerika yang kental budaya “laki-laki yang memimpin”, di sini perempuan berperan kuat, meskipun di komunitas-komunitas, perempuan adat masih memperjuangkan hak-haknya.

Masih ada dua hari pertemuan di mana masih akan didiskusikan isu-isu prioritas yang akan menjadi resolusi dan deklarasi penting dari Terra Livre tahun ini. Masih banyak yang mesti kami pelajari, bagaimana organisasi-organisasi di sini bekerja, bagaimana struktur dan keanggotaan, bagaimana sistem komunikasi dan koordinasi, bagaimana proses-proses pengambilan keputusan dll.

Baca juga Brazil indigenous groups clash with police in Brasilia

Yang jelas, persoalan di Brazil dan di Indonesia tiada beda. Perampasan wilayah adat untuk kepentingan bisnis, baik perkebunan, logging dan bendungan raksasa serta kriminalisasi terhadap anggota komunitas terjadi dimana-mana, bahkan pembunuhan terhadap pemimpin-pemimpin perlawanan di kampung-kampung. Satukan semangat, bangun solidaritas global!

 

Mina Setra

BARISAN PEMUDA ADAT NUSANTARA

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com

en_USEnglish
en_USEnglish