Ketika Pemuda Adat Memilih Pulang Kampung

Menjadi salah satu sayap Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) atau organisasi para pemuda adat merupakan harapan bagi perkembangan dan pelestarian adat di komunitas Masyarakat Adat. 

Generasi muda adat menjadi tonggak harapan Masyarakat Adat untuk mengembangkan wilayah adat termasuk melestarikan budaya.

Aku menjadi salah satu pemuda di komunitas adat Sidole yang pada tahun 2019 kemarin mendaftarkan diri menjadi anggota BPAN Wilayah Sulawesi Tengah dan juga mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan BPAN maupun AMAN, merasa sangat terbantu untuk kembali mengenali adat istiadat di komunitasku, Kaili Lauje di Sidole. 

Aku pun kemudian dikenalkan dengan pentingnya gerakan pulang kampung, tentang peranku yang akan sangat bermanfaat bagi kampungku jika aku kembali dibandingkan berada di rantau yang hanya menguntungkan diri sendiri. Ditambah lagi bertemu dan berbagi cerita dengan teman-teman dari berbagai penjuru nusantara dengan pengalaman dan pemahaman mereka terkait adat di komunitasnya membuatku malu pada diri sendiri yang sangat minim ilmu tentang wilayah tempatku dan leluhurku terlahir. 

BPAN dengan gerakan pulang kampungnya berupaya menjaga pemuda juga Masyarakat Adat pada umumnya untuk tetap mencintai dan merasa bangga dengan budaya dan kearifan lokalnya sehingga ilmu yang diperolehnya dari sekolah ataupun perguruan tinggi dimanfaatkannya untuk pengembangan potensi di komunitasnya untuk kebermanfaatan Masyarakat Adat di wilayahnya.

Ibarat pohon, pemuda adat adalah batang pohon yang akan menyebarkan sari pati tanah yang telah diserap oleh akar (leluhur) pada ranting-ranting sehingga menumbuhkan dedaunan untuk foto sintesis yang kemudian akan memberikan keberlangsungan hidup pohon (kehidupan Masyarakat Adat) hingga menghasilkan buah. Pemuda adat haruslah mengupayakan segala cara dengan berbekal ilmu yang telah diperolehnya untuk mengembangkan potensi wilayahnya, menjaga, mendata dan mendokumentasikannya dengan memulainya dengan diskusi antarpemuda di kampungnya, berbagi ide dan gagasan untuk tujuan mengembangkan dan melestarikan  nilai atau tatanan hidup Masyarakat Adat di komunitasnya.

Kehadiran pemuda adat diharapkan dapat menjadi penghubung masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Menjadi generasi yang bisa menggali potensi wilayah adat, mendata kearifan lokal termasuk sejarah, seni budaya juga ritual adat sehingga generasi mendatang masih bisa mengetahui dan mengenali kearifan lokalnya sehingga dengan bangga menampakkan keadatannya. 

Adat menjadi hal yang sangat sakral bagi masyarakat yang telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka yang lebih dikenal dengan Masyarakat Adat. Keberadaan adat istiadat di era modern saat ini rentan karena telah banyak pengaruh globalisasi dan modernisasi yang merecoki tatanan kehidupan dalam Masyarakat Adat. Sehingga tak jarang pemuda di suatu komunitas adat tidak lagi bangga dengan keadatannya dan lebih memilih mengikuti tren masa kini yang jauh dari adat dan bahkan ada yang sudah menyimpang dari adat kebiasaan Masyarakat Adat di wilayah adat tertentu. 

Pemuda adat menjadi tali penghubung tatanan kehidupan, sehingga keberadaannya menjadi sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan yang berkeadatan.

Adat menjadi hal penting dan sangat dihormati oleh masyarakat di kampungku, namun belum banyak yang kuketahui terkait adat di komunitasku, itu pun hanya sebatas seremonial saja. Aku juga termasuk pemuda yang telah mengenyam pendidikan tinggi di kota dengan ilmu dan kehidupan kota yang cukup modern sehingga pandanganku tentang adat sedikitnya mulai teralihkan. Tapi terkait adab dan tata laku kesopanan tetaplah adat menjadi tumpuanku setelah agama. Aku sedikitnya telah mengabaikan adat di komunitasku.

Hingga sampai pada keikutsertaanku dalam agenda-agenda yang diselenggarakan oleh BPAN dan AMAN aku dibuat sadar bahwa adat sangatlah penting dan menjadi hal pertama yang mengatur tatanan hidup masyarakat jauh sebelum agama hadir di tengah kehidupan masyarakat. Mendengar penjelasan dan pemaparan terkait hal itu aku seakan disegarkan kembali, hatiku terpanggil untuk mengenal kembali adat yang menjadi bagian dari diriku jauh sebelum aku sendiri mengenal diriku.

Dari semua itu muncullah tekad untuk pulang kampung dengan misi kembali mengenali dan mendokumentasikan segala hal yang menjadi identitasku, tentang wilayah adat, nomenklatur, tata pemerintahan, tata laku dan hukum adat yang sejak dulu telah dianut oleh masyarakat di kampungku jauh sebelum adanya agama dan hukum positif yang menurut pemaparan orang-orang tua menimbulkan efek jera bagi pelakunya, dibanding hukum positif saat ini yang hanya membingungkan dan mudah diperjualbelikan oleh pemilik kuasa dan pemodal. 

Sebaliknya, Masyarakat Adat selalu menjaga lingkungan dengan kearifan lokal, mencintai alam semesta dan manfaatkannya dengan sangat baik. Berbeda dengan manusia modern yang hanya ingin menguntungkan diri dan kelompok dengan merusak alam (eksploitasi).

Banyak hal yang mesti dipikirkan oleh pemuda khususnya pemuda adat bagaimana menjaga eksistensi diri sebagai Masyarakat Adat yang beradab, mandiri dan bermartabat. Menjaga wilayah dan generasinya dari merusak ataupun dirusak oleh modernisasi yang sejatinya menghilangkan kesejatian diri sebagai manusia. Banyak perilaku masyarakat modern yang katanya maju, tapi lebih banyak merusak masyarakat juga alam. Modernisasi dalam hal positif tentulah tetap dibutuhkan untuk mengembangkan dan mengenalkan kekayaan alam dan potensi wilayah adat untuk pengembangan Masyarakat Adat itu sendiri.

Menjadi pemuda adat adalah takdir, menjadi pemuda adat yang mau pulang kampung adalah pilihan. Aku memilih menjalani kehidupan sesuai takdirku dengan tetap menggunakan daya pikir dalam hal-hal yang masih bisa kupilih termasuk pulang kampung dan mengupayakan mengembangkan komunitasku, kembali mengenali jati diriku dan mengenalkannya kepada dunia tentang peradaban yang telah dibangun oleh tatanan adat, tentang pengelolaan wilayah yang mengutamakan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan sekitar dengan kearifan lokal yang ada, menjaga bahasa dan sejarah asal usul untuk nantinya diceritakan pada generasi mendatang sebagai penghubung generasi saat ini dan generasi mendatang.

Aku pun akan terus belajar dengan tetap mengingat untuk pulang kampung berbagi untuk bangkit dan bersatu mengurus wilayah adat untuk Masyarakat Adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya. 

Penulis: Indah Salimun Mantjabo

Rina dan Kisah Hari Pertama BBJJ

Rina sedang menakar Ciu ke botol ketika dia bersiap-siap untuk join zoom siang itu (Sabtu, 12/9/2020). Dia akan mengikuti pertemuan daring pertama Belajar Bersama Jarak Jauh (BBJJ) yang diselenggarakan Pengurus Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara (PN BPAN).

BBJJ adalah kegiatan belajar bersama yang diorganisir PN BPAN bekerja sama dengan LifeMosaic. Kegiatan ini melibatkan sesama pengurus BPAN, baik nasional, wilayah maupun daerah. BBJJ bertujuan untuk menguatkan semangat Gerakan Pulang Kampung para pemuda adat dalam memperkuat wilayah adat atau kampungnya.

Pada masa pandemi COVID-19, hampir seluruh pekerjaan dilakukan semua orang secara daring. Begitu juga BBJJ. Sesuai dengan namanya Belajar Jarak Jauh, kegiatan ini diadakan menggunakan aplikasi rapat daring yaitu zoom. Aplikasi yang saat ini sangat populer di seluruh dunia.

Kepopuleran zoom di seluruh dunia, tidak serta merta membuat Rina mudah mengaplikasikannya di komunitas adat atau tingkat kampung. Usai menyelesaikan kerja mengisi Ciu, ia harus berjuang ekstra dan bersabar karena sinyal internet yang buruk di komunitasnya.

“Lebih dari 10 kali saya coba masuk baru bisa join zoom. Itu pun berkali-kali ketendang setelahnya dan ulang lagi masuk,” kata Ketua BPAN Wilayah Kaltara yang bernama lengkap Katarina Megawati.

Hari itu adalah hari perdana pelaksanaan BBJJ marathon selama sebulan.

Di momen pembukaan, BBJJ mendapat kehormatan dengan hadirnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi. Kehadiran Sekjen sangat bermakna. Selain kesediaannya bergabung, ia juga mengantarkan sambutan yang semakin mengukuhkan semangat generasi muda adat, khususnya dalam kerangka gerakan pulang kampung.

Sekjen AMAN mengawali sambutannya dengan pemaparan pembentukan BPAN. Ia menjelaskan pesan kuat tentang pentingnya kehadiran pemuda adat sehingga diperhitungkan dalam posisi-posisi strategis dan pengambilan keputusan.

“BPAN dibentuk secara khusus untuk memastikan peran generasi muda di organisasi bisa dimaksimalkan dalam pengambilan keputusan. Sayangnya selama ini, kelompok pemuda masih dianggap kurang kompeten dalam pengambilan keputusan organisasi dianggap belum punya pengalaman, masih anak kemarin sore, tidak tahu apa-apa,” jelas Rukka.

Ia memuji kinerja BPAN sejauh ini. Ia turut berpesan bahwa BPAN harus kuat. Hal ini karena tugas besar yang harus diperjuangkan pemuda adat, baik di level organisasi, komunitas, sesama generasi pemuda, hingga menjadi penopang organisasi.

Sekjen perempuan pertama AMAN itu melanjutkan pandangannya tentang Gerakan Pulang Kampung yang menjadi ruh setiap program BPAN.

Baginya, gerakan pulang kampung adalah gagasan dan tindakan revolusioner.

“Saya tak menyangka bahwa gerakan pulang kampung ini justru menjadi jalan penuntun pulang. Awalnya saya menganggap biasa sebab berpikir apa mungkin anak-anak muda yang pikirannya sudah kekotaan akan mau bertahan pulang kampung,” katanya.

Ia mengapresiasi kegigihan dan upaya konkrit yang dilakukan BPAN.

“Kalian sangat gigih memperjuangkannya. Ini yang disebut militansi. Kalian melawan arus besar atau tantangan yang selama ini arahnya ke kota, tapi kalian justru membalik arah panahnya. Hasilnya terbukti. Misalnya, saat ini sudah ada 55 sekolah adat seluruh nusantara yang digagas pemudi-pemuda adat” jelas Sombolinggi.

Perempuan adat Toraya itu, mengakihiri sambutannya dengan menekankan penguatan gerakan pulang kampung sebagai jalan utama bagi perjuangan gerakan Masyarakat Adat Nusantara.

“Gerakan pulang kampung ini adalah penunjuk jalan pulang, tempat untuk pulang, dan tempat untuk bercermin,” tutupnya.

Rina adalah peserta BBJJ bersama 20 orang pengurus wilayah dan daerah BPAN, mulai dari Kepulauan Aru sampai Kepulauan Mentawai. Sama seperti Rina, beberapa peserta lainnya juga sangat terbatas sinyal internetnya.

Rina berasal dari komunitas adat Bulusu Rayo, Desa Kelising, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Dari salah satu sudut kampung di utara Kalimantan, Rina bersusah payah meraih kebersamaan dengan peserta lain di zoom.

BARISAN PEMUDA ADAT NUSANTARA

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com

en_USEnglish
en_USEnglish